Jumat, 08 Juni 2018

motivation letter join to practical work


Dengan surat ini, saya ingin menyampaikan ketertarikan saya untuk mengikuti porgram kerja dengan ibu untuk memenuhi tugas kerja praktek (KP) di Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Jenderal Soedirman.

Saat ini saya sedang belajar tentang kelautan di Universitas Jenderal  Soedirman, setelah beberapa semester ini saya memiliki ketertarikan tentang rumput laut yang memiliki manfaat yang sangat luar biasa di bidang apapun. Saya memutuskan untuk mengajukan permohonan untuk program ini karena saya yakin program tentang rumput tidak ada habisnya untuk masa depan. Saya sangat penasaran dengan rumput laut yang masih belum diketahui manfaatnya.

Saya telah memilih rumput laut untuk kerja praktek saya dikarenakan sesuai dengan kemampuan saya dalam segi fisik, material dan non material dikarenakan dalam melakukan penelitian perlu adanya kerja keras untuk tercapainya hasil yang diinginkan. Penelitian rumput laut juga cukup mudah dan murah yang hasilnya sangat bermanfaat bagi kehidupan di semua bidang. Dan saya ingin memperdalam tentang ilmu ini yang nantinya dapat bermanfaat.

Saya sangat ingin menghabiskan waktu liburan semester 4 untuk kegiatan yang bermanfaat,sehingga tidak terbuang percuma waktu yang telah ada. Saya ingin menghabiskan liburan ini untuk memperdalam pengetahuan tentang Mikroalga kususnya yaitu rumput laut.  Saya yakin dengan kemampuan saya dapat memberikan suatu hal yang bermanfaat.

Terima kasih telah mempertimbangkan permintaan saya. Saya menantikan tanggapan positif ibu.

Salam sejahtera,
Alan Angko Wijoyo

Minggu, 03 Juni 2018

LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH FISIOLOGI HEWAN AKUATIK Oleh : ALAN ANGKO WIJOYO L1C015025



LAPORAN PRAKTIKUM
MATA KULIAH FISIOLOGI HEWAN AKUATIK



https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEixuDckXMsTkWIuK1VuLrg553P97uqiJOOfj5erZjCjz4ZUBeNjGqqK9E6fgkXe0o7piWN6uJpIfUyWNRDGjQFS2e2Ak8tQKUQ-KVbbUseeIz1zyE_ga-1MA9nJ0sSiUz6-9bHTGVDrNEA/s1600/logo+unsoed.jpg



Oleh  :
Nama               : Alan Angko Wijoyo
NIM                 : L1C015025
Kelompok       : 7
Asisten             : Indriani Sumsufi







KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PURWOKERTO
2017


LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AKUATIK

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEixuDckXMsTkWIuK1VuLrg553P97uqiJOOfj5erZjCjz4ZUBeNjGqqK9E6fgkXe0o7piWN6uJpIfUyWNRDGjQFS2e2Ak8tQKUQ-KVbbUseeIz1zyE_ga-1MA9nJ0sSiUz6-9bHTGVDrNEA/s1600/logo+unsoed.jpg

Oleh :
ALAN ANGKO WIJOYO
L1C015025


Disusun Untuk Memenuhi Kelengkapan Penilaian Praktikum Mata Kuliah Fisiologi Hewan Akuatik Di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

Disetujui,
Purwokerto, 17 juni 2017

Mengetahui :
        Asisten Praktikum                                                                       Mahasiswa

 

 

 

 INDRIANI SUNSUFI                                                      ALANANGKO WIJOYO

 NIM. H1K0130                                                                     NIM.L1C015025

                                                                                   

KATA  PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum Fisiologi Hewan Akuatik. Laporan praktikum ini disusun untuk memenuhi nilai praktikum mata kuliah Fisiologi Hewan Akuatik di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Jenderal Soedirman. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.                       Tim Dosen selaku tim pengajar mata kuliah Fisiologi Hewan Akuatik yang telah memberikan pengetahuan dalam setiap kegiatan perkuliahan.
2.                       Seluruh asisten praktikum Fisiologi Hewan Akuatik yang telah memberikan arahan  selama berlangsungnya kegiatan praktikum.
3.                       Semua pihak yang telah membantu penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun senantiasa penulis harapkan demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.




Purwokerto, 17  Juni 2017



Penulis


ACARA I
LAJU DIGESTI PADA IKAN

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEixuDckXMsTkWIuK1VuLrg553P97uqiJOOfj5erZjCjz4ZUBeNjGqqK9E6fgkXe0o7piWN6uJpIfUyWNRDGjQFS2e2Ak8tQKUQ-KVbbUseeIz1zyE_ga-1MA9nJ0sSiUz6-9bHTGVDrNEA/s1600/logo+unsoed.jpg


Oleh :

ALAN ANGKO WIJOYO
L1C015025



LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AKUATIK






KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PURWOKERTO

2017

I.     PENDAHULUAN
1.1.        Latar Belakang
Proses laju digesti dapat disebut pola dengan proses laju pengosongan lambung. Proses digesti ikan  dimulai dari lambung (pada ikan yang mempunyai lambung) dan dilanjutkan di intestine yang akan berakhir di lubang pembuangan bahan sisa. Proses digesti dimulai dari makanan masuk ke mulut, dicerna secara mekanik dan dibantu oleh kelenjar saliva kemudian masuk ke faring, esofagus dan tertampung dilambung untuk dicerna secara kimiawi dengan bantuan enzim-enzim pencernaan. Makanan yang telah menjadi molekul-molekul kecil kemudian masuk ke usus untuk proses penyerapan atau absorpsi yang sisanya menuju rectum dan ke anus untuk dibuang. Hasil digesti yang berupa asam amino, asam lemak dan monosakarida akan diabsorpsi oleh epithel intestine kemudian diedarkan keseluruh tubuh oleh system sirkulasi. Proses digesti di ikan juga ada yang berkaitan dengan penghambatan oleh adanya ketersediaan pelarangan hukum. Artinya sumber untuk mendigesti yang harus selalu dijaga dengan baik agar kondisi ikan baik internal maupun eksternalnya (Gumisiriza, 2008).
Mengukur laju digesti pada ikan dapat dilakukan dengan mengukur kepadatan makanan pada lambung (bobot lambung). Temperatur, ukuran partikel makanan, dan metode percobaan sangat berpengaruh terhadap hasil pengukuran bobot lambung. Meningkatnya suhu air akan meningkatkan laju digesti ikan pada spesies tertentu (Wurtsbaugh et al., 1993).
Ikan lele (Clarias batrachus) termasuk ke dalam golongan omnivor. Pakan alaminya tediri dari plankton, udang-udangan kecil, siput, cacing, jentik nyamuk dan sebagainya. Jika dibudidayakan di kolam, makanan tambahannya dapat berupa dedak halus, sisa-sisa dapur, daging bekicot, belatung dan pelet. Karena itu, lele digolongkan sebagai pemakan segala (omnivora). Lele lebih bersifat sebagai pemakan daging (karnivora). Lele memang sangat rakus jika diberi makanan apa saja, sampai–sampai bangkaipun dimakannya sehingga ia juga digolongkan sebagai pemakan bangkai (scavenger). Jika penebaran yang terlalu tinggi, maka dalam keadaan lapar dapat menimbulkan sifat saling memangsa (kanibal) (Santoso, 1994).

1.2.       Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah :
1.      Mahasiswa dapat mengetahui lambung yang kosong dan berisi pakan.
2.      Mahasiswa terampil dalam mengisolasi lambung ikan dan dapat menghitung laju pengosongan lambung.

II.        MATERI DAN METODE
2.1.      Materi
2.1.1.   Alat
          Alat–alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah akuarium kaca berukuran 30 x 50 x 30 cm sebanyak 1 buah, gunting, pinset, baki,alat bedah,thermometer,hiter dan timbangan analitik.
2.1.2.   Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah ikan Lele besar (Clarias batrachus), dan pakan ikan (pelet).
2.2.      Metode
Akuarium disiapkan dan diisi dengan air setinggi 25 cm, kemudian diberi aerasi,Ikan Lele ditebarkan dengan ukuran yang seragam pada akuarium yang telah disediakan,Ikan Lele diberi pakan (pelet) secukupnya, kemudian ikan dibiarkan mengkonsumsi pakan selama 15 menit, Salah satu ikan Lele besar diambil dari akuarium dan dilakukan pembedahan untuk mengambil lambung ikan. Setelah lambung diambil, lambung ikan ditimbang untuk mengetahui bobot lambung. Bobot lambung yang diperoleh dinyatakan sebagai bobot lambung dalam keadaan kenyang atau 0 jam setelah makan (Bx),30 menit setelah pemberian makan, salah satu ikan Lele besar diambil dari akuarium dan ikan dibedah seperti prosedur di atas. Bobot lambung yang diperoleh selanjutnya dinyatakan dalam persentase bobot lambung pada waktu 30 menit setelah makan terhadap bobot lambung pada waktu kenyang (By),Prosedur di atas dilakukan kembali untuk ikan Lele yang lain pada waktu 40 menit setelah pemberian pakan (Bz),Data hasil pengamatan diplotkan dalam bentuk grafik hubungan antara lama pengamatan dengan persentase bobot lambung.
2.3.            Waktu dan Tempat
Praktikum acara laju digesti pada ikan lele dilaksanakan pada tanggal 27 Mei 2017 di Laboratorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan



III.       HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.      Hasil
Tabel 1. Hasil perhitungan laju digesti pada ikan Clarias batrachus
Perlakuan
(menit)
Laju Digesti
(%)
Rerata
(%)
Ulangan 1
Ulangan 2
10
85,7
58,82
72,86
20
111,7
195
153,35
30
221,43
322,22
271,825
40
104
74,2
88,1

3.2.      Pembahasan
            Laju digesti adalah laju kecepatan pemecahan makanan dari tubuh ikan dari molekul yang kompleks ke molekul yang lebih sederhana dan kemudian akan diabsorpsi oleh tubuh ikan. Proses digesti yang terjadi dalam lambung dapat diukur dengan mengetahui laju pengosongan lambung. Saluran pencernaan pada ikan dimulai dari rongga mulut (cavum oris). Rongga mulutmemiliki gigi-gigi kecil yang berbentuk kerucut pada geraham bawah dan lidah pada dasar mulut yang tidak dapat digerakan serta banyak menghasilkan lendir, tetapi tidak menghasilkan ludah (enzim). Makanan masuk ke rongga mulut makanan lalu masuk ke esophagus melalui faring yang terdapat di daerah sekitar insang. Esofagus berbentuk kerucut, pendek, terdapat di belakang insang dan bila tidak dilalui makanan lumennya menyempit.Makanan di kerongkongan didorong masuk ke lambung, lambung pada umum-nya membesar, tidak jelas batasnya dengan usus. Ikan jenis tertentu memiliki tonjolan buntu untuk memperluas bidang penyerapan makanan (Sunde et al., 2004).
Praktikum dilaksanakan dengan menyiapkan akuarium dan diisi dengan air setinggi 25 cm, kemudian Ikan Lele ditebarkan dengan ukuran yang seragam pada akuarium yang telah disediakan,Ikan Lele diberi pakan (pelet) secukupnya, kemudian ikan dibiarkan mengkonsumsi pakan selama 10,20,30,dan 40 menit, Salah satu ikan Lele besar diambil dari akuarium dan dilakukan pembedahan untuk mengambil lambung ikan. Setelah lambung diambil, lambung ikan ditimbang untuk mengetahui bobot lambung. Bobot lambung yang diperoleh dinyatakan sebagai bobot lambung dalam keadaan kenyang atau 0 jam setelah makan (Bx),30 menit setelah pemberian makan, salah satu ikan Lele besar diambil dari akuarium dan ikan dibedah seperti prosedur di atas. Bobot lambung yang diperoleh selanjutnya dinyatakan dalam persentase bobot lambung pada waktu 30 menit setelah makan terhadap bobot lambung pada waktu kenyang (By),Prosedur di atas dilakukan kembali untuk ikan Lele yang lain pada waktu 40 menit setelah pemberian pakan (Bz),Data hasil pengamatan diplotkan dalam bentuk grafik hubungan antara lama pengamatan dengan persentase bobot lambung. Mengukur laju digesti pada ikan dapat dilakukan dengan mengukur kepadatan makanan pada lambung (bobot lambung). Temperatur, ukuran partikel makanan, dan metode percobaan sangat berpengaruh terhadap hasil pengukuran bobot lambung. Meningkatnya suhu air akan meningkatkan laju digesti ikan pada spesies tertentu (Wurtsbaugh et al., 1993).
            Hasil praktikum acara Laju Digesti Pada Ikan dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 1. Grafik laju digesti pada ikan Clarias batrachus
Hasil dari praktikum laju digesti dapat diketahui dari grafik di atas yaitu dalam perlakuan 10,20,30,40 menit memiliki laju digesti yang berbeda-beda. Dalam 10 menit memiliki rata-rata 72,6, 20 menit rata-rata 153,35, 30 menit rata-rata 271,825, dan 40 menit rata-rata 89,1. Faktor yang mempengaruhi bobot lambung diantaranya ukuran dari organisme tidak seragam karena semakin sedikit organisme maka semakin sedikit pula organisme tersebut memakan pakan, selain itu faktor lingkungan (pH dan temperatur rendah atau tinggi nafsu makan menurun) dan kondisi organisme juga mempengaruhinya (Yuwono, 2001).
















IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1.             Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini adalah :
1.       Lambung yang kosong dan berisi pakan, dapat diketahui dengan cara membedah ikan.
2.      Mengisolasi lambung ikan dan dapat menghitung laju pengosongan lambung. Dalam 10 menit memiliki rata-rata 72,6, 20 menit rata-rata 153,35, 30 menit rata-rata 271,825, dan 40 menit rata-rata 89,1.
4.2.          Saran
Praktikum ini sudah sesuai dengan tujuan, namun dalam praktikum ini ada salah satu anggota kelompok yang tidak mengikuti karena di bagi menjadi dua kelompok. Sehinga ada anggota kelompok yang tidak tahu proses praktikumnya. Saya harap praktikum selanjutnya semua bisa mengikuti praktikum.


























DAFTAR PUSTAKA
Gumisiriza, Roberth,  Anthony Manoni, Mugassa Rubindamaugi, Frank Kansiime and       Amelia Kivaisi. 2008. Enhancement of anaerobic digestion of Nile perch fish         processing wastewater.African Journal of Biotechnology. Vol. 8(2), pp.328-333.

Sunde, J., & Storer, T. J. 2004. General Zoology. Mc Graw-Hill Book Company Inc,         London.

Santoso. 1994. Petunjuk Praktis Budidaya Lele Dumbo dan Lokal. Kanisius,Yogyakarta.

Wurtsbaugh , W.A. dan E, He,. 1993. Gastric evacuation rates in fish: An empirical           model of the effects of temperature and prey size, and an analysis of digestion in     piscivorous brown trout. Trans. Am. Fish. Soc. 122: 717-730.

Yuwono, E. 2001. Fisiologi Hewan I. Fakultas Biologi Unsoed: Purwokerto.


LAMPIRAN
      
















ACARA II
RETENSI ENERGI

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEixuDckXMsTkWIuK1VuLrg553P97uqiJOOfj5erZjCjz4ZUBeNjGqqK9E6fgkXe0o7piWN6uJpIfUyWNRDGjQFS2e2Ak8tQKUQ-KVbbUseeIz1zyE_ga-1MA9nJ0sSiUz6-9bHTGVDrNEA/s1600/logo+unsoed.jpg


Oleh :

ALAN ANGKO WIJOYO
L1C015025



LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AKUATIK






KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PURWOKERTO
2017


I.    PENDAHULUAN
1.1.      Latar Belakang
Pakan merupakan salah satu unsur penting dalam kegiatan budidaya yang menunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan budidaya.  Pakan pada kegiatan budidaya umumnya adalah pakan komersial yang menghabiskan sekitar 60-70% dari total biaya produksi yang dikeluarkan. Hal inilah yang menyebabkan pentingnya pakan sehingga perlu dilakukan penelitian untuk memperbaiki nilai nutrisi pakan yaitu dengan penambahan probiotik. Probiotik adalah produk yang tersusun oleh biakan mikroba atau pakan alami mikroskopik yang bersifat menguntungkan dan memberikan dampak bagi peningkatan keseimbangan mikroba saluran usus hewan inang. Bakteri probiotik menghasilkan enzim yang mampu mengurai senyawa kompleks menjadi sederhana sehingga siap digunakan ikan. Dalam meningkatkan nutrisi pakan, bakteri yang terdapat dalam probiotik memiliki mekanisme dalam menghasilkan beberapa enzim untuk pencernaan pakan seperti amylase, protease, lipase dan selulose. Enzim tersebut yang akan membantu menghidrolisis nutrien pakan (molekul kompleks), seperti memecah karbohidrat, protein dan lemak menjadi molekul yang lebih sederhana akan mempermudah proses pencernaan dan penyerapan dalam saluran pencernaan ikan (Arief M, 2014).
Pertumbuhan ikan yang diakibatkan oleh asupan pakan yang diperoleh dapat diukur dari bertambahnya bobot ikan. Pertambahan yang terjadi pada bobot ikan menandakan bahwa bertambah pula komponen-komponen penyusun tubuh ikan yang meliputi protein, lemak, karbohidrat, dan lain-lain yang berasal tidak lain dari pakan ikan yang dikonsumsi. Komponen penyusun tubuh ini dapat dinilai dalam satuan energi atau kalori yang dikandungnya. Maka, pertambahan bobot ikan dapat dinilai pula sebagai pertambahan energi tubuh pada ikan (Effendi, 1979).
Tingkat retensi energi dapat dicerminkan dengan rasio pertambahan energi tubuh terhadap jumlah energi pakan yang dikonsumsi oleh ikan uji. Selain itu, retensi energi juga akan mencerminkan seberapa besar energi pakan berkontribusi terhadap pertambahan energi tubuh. Maka, energi yang terdapat pada tubuh ikan untuk melakukan berbagai aktifitas maupun metabolisme dapat dilakukan perhitungan yang akan menghasilkan hasil berupa angka dalam membedakan konsumsi pakan yang dikonsumsi dengan jumlah energi yang terdapat dalam tubuh ikan dengan menggunakan perhitungan retensi energi (Halver, 1989).
1.2.      Tujuan
Tujuan dari praktikum acara Retensi Energi adalah:
1.      Untuk mengetahui cara perhitungan retensi energi
2.      Untuk mengetahui penggunaan alat bomkalorimeter


II.                PEMBAHASAN

2.1.      Pengertian Retensi Energi
Energi merupakan sesuatu yang tidak terlihat tetapi dapat dihitung berdasarkan beberapa kondisi standar tertentu. Retensi energi merupakan besarnya energi pakan yang dikonsumsi ikan yang dapat disimpan dalam tubuh. Retensi energi pada ikan juga dipengaruhi oleh kebiasaan  makan. Ikan karnivora lebih baik dalam perolehan energi yang dialokasikan untuk petumbuhan dibandingkan dengan ikan herbivore. Hal ini disebabkan ikan herbivora banyak mengkonsumsi bahan yang sulit dicerna seperti selulosa sehingga limbah yang dikeluarkan lebih banyak daripada ikan karnivora (Murtidjo, 2001)
2.2.      Bom Kalorimeter
2.2.1.   Pengertian
            BombKalorimeter  suatu  alat yang digunakan untuk menentukan nilai  kalor  pada bahan bakar padat  dan cair. Pengukuran BombKalorimeterdilakukan pada kondisi volume konstan tanpa aliran dengan kata lain reaksi pembakaran dilakukan tanpa menggunakan nyala api, melainkan menggunakan  gas oksigen sebagai pembakar dengan volume konstan atau bertekanan tinggi. ( Saifurrizal, M. Ferdi. Dalam Adityo et al,.2016).
2.2.2.   Komponen dan Fungsinya
  1. Termokopel : Berfungsi untuk mengukur suhu pada saat awal dan pada saat setelah terjadi pemboman pada kalorimeter bom.
  2. Agetator ( pengaduk) : berfungsi untuk mengaduk air disekitar bucket agar suhu air yang ada di dalam bucket merata, guna menyeragamkan suhu disekeliling bom.
  3. Katup Oksigen : berfungsi sebagai tempat masuknya oksigen didalam bom head yang digunakan untuk proses pembakaran.
  4. Cawan : berfungsi untuk meletakkan sampel yang akan dibakar di dalam bom head.
  5. Bom Head : berfungsi sebagai tempat pembakaran.
  6. Katup Listrik : befungsi sebagai tempat masuknya aliran listrik dalam bom head.
  7. Bucket : berfungsi sebagai tempat meletakkan bom head dan di dalam bucket juga diisi air yang berfungsi sebagai pendingin ketika terjadi pembakaran.
  8. Jacket : befungi sebagai tempat masuknya aliran air dari water cooler sirkulator.
2.2.3.   Mekanisme Kerja
Prinsip kerja dari  bomb kalorimeter  adalah bahan bakar yang akan diukur dimasukkan kedalam bejana kemudian diisi oksigen dengan tekanan tinggi. Kemudian  bomb kalorimeter ditempatkan di dalam bejana yang berisi air dan bahan bakar tersebut dinyalakan menggunakan sambungan listrik dari luar. Suhu yang diukur sebagai fungsi waktu setelah penyalaan, pada saat suhu  bomb kalorimeter  tinggi keseragaman suhu air disekeliling  bomb kalorimeter  harus dijaga dengan suatu pengaduk. Selain itu beberapa hal tertentu diberikan pemanasan dari luar melalui selubung air, untuk menjaga supaya suhu seragam agar kondisi bejana air adiabatik, ( Saifurrizal, M. Ferdi. Dalam Adityo et al,.2016).
2.3.      Prinsip Penggunaan Retensi Energi Pada Ikan
Menurut Yuwono dan Purnama (2001), sebagian besar energi yang dikonversi dari pakan yang dikonsumsi hilang dalam bentuk panas dan hanya sekitar seperlima total energi dari pakan yang diperoleh dalam bentuk pertumbuhan.Retensi energi adalah besarnya energi pakan yang dikonsumsi ikan yang dapatdisimpan di dalam tubuh. Menurut Buttery dan Landsay (1980) menyatakan bahwaretensi energi normal adalah 60-68%, sedangkan dari hasil praktikum, presentasenya sebesar yaitu 54,4  %, Hal ini terjadi dimungkinkan karena energi yang dihasilkan banyak dikeluarkan oleh tubuh untuk metabolisme, aktifitas reproduksi, biosintesis dan hilang dalam bentuk panas. Energi yang disimpan dimanfaatkan dalam sintesis komponen sel dan digunakan sebagai bahan bakar dalam produksi energi sel (Villee and Barnes, 1988)


III. KESIMPULAN DAN SARAN
3.1.      Kesimpulan
Berdasarkan praktikum Retensi Enegi dapat di simpukan bahwa :
1.      Tingkat retensi energi dapat dicerminkan dengan rasio pertambahan energi tubuh terhadap jumlah energi pakan yang dikonsumsi oleh ikan uji
2.      Prinsip kerja dari  bomb kalorimeter  adalah bahan bakar yang akan diukur dimasukkan kedalam bejana kemudian diisi oksigen dengan tekanan tinggi. Kemudian  bomb kalorimeter ditempatkan di dalam bejana yang berisi air dan bahan bakar tersebut dinyalakan menggunakan sambungan listrik dari luar.
3.2.      Saran
            Praktikum Retensi energi yang dilakukan hanya melihat video tanpa praktek langsung, sehingga dalam praktikum hasilnya kurang memuaskan dan tidak bisa dipahami secara menyeluruh.















DAFTAR PUSTAKA
Adityo, dan Azamataufiq Budiprasojo,.2016. Nilai Kalor Campuran Premium Dengan      Bahan  Bakar Polypropilene Hasil Proses Pirolisis. Politeknik Negeri Jember:         Jember
Arief, M., Fitriani, N., Subekti. 2014. Pengaruh Pemberian Probiotik Berbeda pada            Pakan Komersial terhadap Pertumbuhan dan Efisiensi Pakan Ikan Lele  Sangkuriang (Clarias Sp.). Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 6 No. 1
Andrian,eka.2016. PENENTUAN KAPASITAS PANAS SUATU ZAT    MENGGUNAKAN BOM KALORIMETER 4000 ADIABATIS           http://ekaandrians.blogspot.co.id/2013/05/bom-kalorimeter.html (diakses tanggal 10 juli  2017 pukul 11.36)
Buttery dan Landsay. 1980. Pritein Deposition in Animals. Butterworth, London, M.I.      1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri, Bogor
Halver, J. A. 1989. Fish Nutrition. Academic Press, New York
Jobsheet..2013. ‘’instrumen dan teknik pengukuran’’. politeknik Negeri Sriwijaya.
Murtidjo, A. B. 2001. Pedoman Meramu Ikan. Kanisius, Yogyakarta.
Villee,C dan R.D. Barnes.1988. Zoologi Umum. Erlangga, Jakarta
Yuwono, E. dan Purnama S. 2001. Fisiologi Hewan Air. CV Sagung Seto, Jakarta.
































ACARA III
PENENTUAN JUMLAH ERITROSIT DAN LEUKOSIT

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEixuDckXMsTkWIuK1VuLrg553P97uqiJOOfj5erZjCjz4ZUBeNjGqqK9E6fgkXe0o7piWN6uJpIfUyWNRDGjQFS2e2Ak8tQKUQ-KVbbUseeIz1zyE_ga-1MA9nJ0sSiUz6-9bHTGVDrNEA/s1600/logo+unsoed.jpg


Oleh :

ALAN ANGKO WIJOYO
L1C015025



LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AKUATIK







KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PURWOKERTO
2017

I.          PENDAHULUAN
1.1.      Latar Belakang
Darah merupakan salah satu cairan yang terdapat dalam pembuluh darah dan mengalir ke seluruh tubuh. Tersusun dari cairan yang disebut plasma (60-70%), terdiri dari air, protein, lemak, karbohidrat, dan sisanya sel-sel darah yang terdiri dari eritrosit, leukosit dan trombosit (Sfafrida, 2011). Fungsi utama darah antara lain: 1) Oksigenasi jaringan, 2) Gizi jaringan, 3) Pemeliharaan keseimbangan asam basa, 4) Pembuangan produk limbah metabolisme dari jaringan (Ahmad, 2013).
Darah ikan tersusun dari sel-sel darah yang tersuspensi dalam plasma dan mempunyai peran fisiologi yang sangat penting. Penyimpangan fisiologis ikan akan menyebabkan komponen-komponen darah juga mengalami perubahan. Perubahan gambaran kimia darah baik secara kualitatif maupun kuantitatif dapat menentukan kondisi ikan atau status kesehatannya (Alifuddin, 2002).
            Parameter darah merupakan salah satu indikator adanya perubahan kondisi pada kesehatan ikan, baik karena faktor infeksi akibat mikroorganisme atau karena faktor non infeksi oleh lingkungan, nutrisi, dan genetik. Darah ikan tersusun dari sel-sel darah yang tersuspensi dalam plasma dan diedarkan ke seluruh jaringan tubuh melalui sistem sirkulasi tertutup. Pada tubuh ikan, darah berfungsi untuk mengedarkan nutrien yang berasal dari pencernaan makanan ke sel-sel tubuh, menyuplai oksigen ke sel-sel dan jaringan tubuh serta mengangkut hormon dan enzim ke organ yang membutuhkan (Indriastuti, 2006 dalam Oktaviani, 2009).
1.2.      Tujuan
Tujuan dari praktikum acara Penentuan Jumlah eritrosit dan Leukosit adalah:
1.      Mengetahui cara pengambilan darah hewan
2.      Mengetahui kadar hemoglobin berbagai hewan
3.      Mengetahui perbedaan bentuk dan jumlah sel darah pada berbagai hewan


II.        MATERI DAN METODE
2.1.      Materi
2.1.1.   Alat
            Alat yang digunakan dalam praktikum acara Penentuan Jumlah eritrosit dan Leukosit adalah Haemositometer, pipet toma untuk perhitungan eritrosit, pipet toma untuk perhitungan leukosit,alat suntik, kamera, dan mikroskop.
2.1.2.   Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum acara Penentuan Jumlah eritrosit dan Leukosit adalah darah ikan, larutan hayem,dan larutan turk.
2.2.      Metode
            Perhitungan sel darah merah yaitu sampel darah diambil menggunakan  dari bagian line lateralis ikan 2-3 cm dari operkulum ikan kemudian diletakkan di dalam tabung eppendorf yang sebelumnya telah dimasukkan anti koagulan. Dari tabung eppendorf dengan menggunakan alat hisap eritrosit berupa kapiler dengan batu kecil didalamnya berwarna merah hingga garis menunjukkan 0,5 ml. Selanjutnya ditambah dengan larutan hayem hingga larutan mencapai 101 ml. Setelah itu larutan dihomogenkan dengan cara menggoyangkannya dengan bentuk angka delapan. Darah dibuang dua tetes untuk membuang gelembung udara, lalu diteteskan pada kamar hitung yang ditutup dengan cover glass. Selanjutnya diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 10 x 10 dengan 5 lapang pandang di kotak kecil pada kamar hitung hemacytometer dan dilakukan dengan perhitungan dengan rumus.
            Perhitungan sel darah putih yaitu sampel darah diambil dari tabung eppendorf dengan menggunakan alat hisap leukosit berupa kapiler dengan batu kecil didalamnya berwarna merah hingga garis menunjukkan 0,5 ml. Selanjutnya ditambah dengan larutan turk hingga larutan mencapai 101 ml. Setelah itu larutan dihomogenkan dengan cara menggoyanggkannya dengan bentuk angka delapan. Darah dibuang dua tetes untuk membuang gelembung udara, lalu diteteskan pada kamar hitung yang ditutup dengan cover glass. Selanjutnya diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 10 x 40 dengan 4 lapang pandang di kotak besar pada kamar hitung hemacytometer dan dilakukan dengan perhitungan dengan rumus.
2.3.      Waktu dan Tempat
Praktikum acara penentuan jumlah eritrosit dan leukosit dilaksanakan pada tanggal 28 Mei 2017 di Laboratorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan






III.       HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.      Hasil
Tabel 2. Hasil perhitungan jumlah eritrosit dan leukosit ikan Nilem (Osteochilus hasselti)
Ikan
Eritosit
(sel/ mm3)
Leukosit
(sel/ mm3)
U1
U2
Rerata
U1
U2
Rerata
Nilem 1
31,5 x 104
94,5 x 104
63 x 104
29,75 x 102
204 x 102
116,875 x 102
Nilem 2
172,5 x 104
283 x 104
227 x 104
31 x 102
43,75 x 102
37,375 x 102
Nilem 3
102x 104
35,5 x 104
68,75 x 104
47 x 102
15,25 x 102
31,125 x 102
Nilem 4
24,5 x 104
120 x 104
72,25 x 104
130,75x 102
26 x 102
78 x 102
            Keterangan :
            U = Ulangan Ke-
3.2.      Pembahasan
            Darah ikan tersusun dari sel-sel darah yang tersuspensi dalam plasma dan mempunyai peran fisiologi yang sangat penting. Penyimpangan fisiologis ikan akan menyebabkan komponen-komponen darah juga mengalami perubahan. Perubahan gambaran kimia darah baik secara kualitatif maupun kuantitatif dapat menentukan kondisi ikan atau status kesehatannya (Alifuddin, 2002). Sel-sel darah putih tidak sama seperti sel darah merah. Jumlahnya paling sedikit 150.000 sel/ mm3 pada sebagian besar ikan. Sel darah putih terbagi menjadi empat jenis, yaitu granulosit, trombosit, limfosit dan monosit (Alifuddin, 2002). Sel darah merah ikan berinti berfungsi untuk mengikat oksigen. Eritrosit bewarna merah merah kekuningan, bentuknya lonjong, kecil dan ukurannya sekitar 7 – 36 μm. Jumlah eritrosit tiap mm3 darah ikan sekitar 20.000 – 3.000.000 butir, tergantung jenis dan ukuran ikan. Sel darah putih pada ikan tidak bewarna. Jumlah sel darah putih tiap mm3 darah ikan sekitar 20.000 – 150.000 butir. Bentuk sel darah putih ini lonjong sampai bulat, Larger et al. (1977) dalam Lies (2007).
            Perhitungan sel darah merah yaitu sampel darah diambil menggunakan  dari bagian line lateralis ikan 2-3 cm dari operkulum ikan kemudian diletakkan di dalam tabung eppendorf yang sebelumnya telah dimasukkan anti koagulan. Dari tabung eppendorf dengan menggunakan alat hisap eritrosit berupa kapiler dengan batu kecil didalamnya berwarna merah hingga garis menunjukkan 0,5 ml. Selanjutnya ditambah dengan larutan hayem hingga larutan mencapai 101 ml. Setelah itu larutan dihomogenkan dengan cara menggoyangkannya dengan bentuk angka delapan. Darah dibuang dua tetes untuk membuang gelembung udara, lalu diteteskan pada kamar hitung yang ditutup dengan cover glass. Selanjutnya diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 10 x 10 dengan 5 lapang pandang di kotak kecil pada kamar hitung hemacytometer dan dilakukan dengan perhitungan dengan rumus :
            Jumlah eritrosit = n x 104 sel/mm3
Keterangan :
N= jumlah sel eritrosit yang ada pada 5 kotak kecil kamar hitung
104= faktor pengenceran
            Perhitungan sel darah putih yaitu sampel darah diambil dari tabung eppendorf dengan menggunakan alat hisap leukosit berupa kapiler dengan batu kecil didalamnya berwarna merah hingga garis menunjukkan 0,5 ml. Selanjutnya ditambah dengan larutan turk hingga larutan mencapai 101 ml. Setelah itu larutan dihomogenkan dengan cara menggoyanggkannya dengan bentuk angka delapan. Darah dibuang dua tetes untuk membuang gelembung udara, lalu diteteskan pada kamar hitung yang ditutup dengan cover glass. Selanjutnya diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 10 x 40 dengan 4 lapang pandang di kotak besar pada kamar hitung hemacytometer dan dilakukan dengan perhitungan dengan rumus :
            Jumlah leukosit = n x 500 sel/mm3
Keterangan :
N= jumlah sel leukosit yang ada pada 4 kotak kecil kamar hitung
500= faktor pengenceran

            Hasil praktikum acara penentuan jumlah eritrosit dan leukosit dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 2. Grafik jumlah eritrosit dan leukosit pada ikan Nilem (Osteochilus hasselti)
Berdasarkan praktikum diperoleh rerata jumlah eritrosit ikan nilem 1 63 x 104 sel/mm3, eritrosit ikan nilem 2 227 x 104 sel/mm3, eritrosit ikan nilem 3 35,5 x 104 sel/mm3, eritrosit ikan nilem 4 72,25 x 104 sel/mm3. Dari hasil jumlah rerata eritrosit tersebut, ikan nilem sesuai dengan kisaran normal eritrosit ikan pada umumnya, karena pada umumnya eritrosit ikan berkisar antara 20.000-3.000.000 sel/mm³. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan  (Sjafei et al. (1989) dalam Marthen (2005) dalam Hartika et al. (2014), bahwa kisaran normal jumlah eritrosit ikan pada umumnya yaitu 20.000-3.000.000 sel/mm³.

Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah eritrosit pada individu dari satu spesies menurut Soetrisno (1987) adalah: umur, jenis kelamin (invidu jantan lebih banyak daripada betina), exercise emosi mengakibatkan jumlah eritrosit meningkat, status makanan makanan yang baik maka jumlah eritrosit banyak, pregnancy (kehamilan) dan menstruasi menyebabkan jumlah eritrosit menurun dan berpeluang terjadi anemia, ketinggian tempat/ iklim (tempat yang tinggi maka kadar oksigen rendah, sehingga perlu kadar eritrosit yang tinggi).
            Sedangkan rerata jumlah leukosit ikan nilem 1 116,875 x 102 sel/mm3, ikan nilem 2 37,375 x 102 sel/mm3, ikan nilem 3 31,125 x 102 sel/mm3, ikan nilem 4 78 x 102 sel/mm3. Dari hasil jumlah rerata leukosit tersebut, ikan nilem 3 dan 4 tidak sesuai dengan kisaran normal leukosit ikan pada umumnya, karena pada umumnya leukosit ikan berkisar anatara 20.000- 150.000 sel/mm3. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan  (Rastogi 1977 dalam Sasongko, 2001 dalam Hartika et al. 2014) bahwa  kisaran normal jumlah sel darah putih pada ikan normal umumnya berkisar 20.000-150.000 sel/mm³.
Jumlah leukosit dipengaruhi oleh stress, kurang makan,kondisi tubuh. Keadaan tubuh sakit, maka jumlah leukosit semakin banyak untuk pertahanan tubuh. Jumlah leukosit lebih sedikit dibandingkan dengan erotrosit dan lebih banyak berfungsi dalam keadaan sakit, karena itu sel darah putih berperan dalam menjaga tubuh dari serangan organisme penyebab penyakit (Yuwono, 2001).


IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.3.             Kesimpulan
Berdasarkan hasil diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.      Pengambilan darah ikan meenggunakan alat suntik yang diambil 2 cm kebelakang dari operculum.
2.      Rerata jumlah eritrosit ikan nilem 1 63 x 104 sel/mm3, eritrosit ikan nilem 2 227 x 104 sel/mm3, eritrosit ikan nilem 3 35,5 x 104 sel/mm3, eritrosit ikan nilem 4 72,25 x 104 sel/mm3. leukosit ikan nilem 1 116,875 x 102 sel/mm3, ikan nilem 2 37,375 x 102 sel/mm3, ikan nilem 3 31,125 x 102 sel/mm3, ikan nilem 4 78 x 102 sel/mm3.
3.      Leukosit ikan berkisar anatara 20.000- 150.000 sel/mm3 dan eritrosit  ikan berkisar antara 20.000-3.000.000 sel/mm³.   
4.4.          Saran
Pengambilan darah ikan sebaiknya langsung di taruh pada tempat yang telah diberi dengan serbuk agar tidak mengental, dalam penggunaan pipet toma juga lebih berhati-hati.


DAFTAR PUSTAKA
Ahmad N., M. Aziz Muslim., Maftuch. 2013. Ekstraksi Fitur Roundness untuk Menghitung Jumlah Leukosit dalam Citra Sel Darah Ikan. Jurnal EECCIS. 7(1): 35-40.

Alifuddin, M. 2000. Peran Immunostimulan (Lipoposakarida, Saccharomyces cerevisiae dan Levamisole) Pada Gambaran Respon Imunitas Ikan Jambal Siam (Pangasius hypophthalmus). Kertas karya. Program Pasca Sarjana IPB, Bogor. 48 hal (tidak diterbitkan).
Hartika, Riski., Mustahal., Achmad Noerkhaerin Putra. 2013. Gambaran Darah Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Dengan Penambahan Dosis Prebiotik Yang Berbeda Dalam Pakan. Jurnal Perikanan dan Ilmu Kelautan. 4(4): 259-267.

Lies, Irdawati. 2007. Eritrosit dan Leukosit Ikan Nila Merah (Oreochromis sp) yang Dipelihara Pada pH Berbeda yang Mengandung Alumunium Potasium Sulfat.
Safrida. 2011. Gambaran Diferensiasi Sel Darah Putih Tikus (Ratitus norvegicus) Betina Pada Stravasi (The Description of differential leukocyte count of female rat (Rattus norvegicus) in starvation. Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan: Unsyiah Banda Aceh.

Soetrisno. 1987. Diktat Fisiologi Ternak. Fakultas Peternakan Unsoed: Purwokerto.

Yuwono, E. 2001. Fisiologi Hewan 1. Fakultas Biologi Unsoed: Purwokerto.
.


LAMPIRAN
































ACARA IV
PENGUKURAN KONSUMSI OKSIGEN IKAN

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEixuDckXMsTkWIuK1VuLrg553P97uqiJOOfj5erZjCjz4ZUBeNjGqqK9E6fgkXe0o7piWN6uJpIfUyWNRDGjQFS2e2Ak8tQKUQ-KVbbUseeIz1zyE_ga-1MA9nJ0sSiUz6-9bHTGVDrNEA/s1600/logo+unsoed.jpg


Oleh :

ALAN ANGKO WIJOYO
L1C015025



LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AKUATIK






KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PURWOKERTO
2017



I.          PENDAHULUAN
1.1.      Latar Belakang
Sistem pernafasan bertugas mengambil oksigen dari udara. Setelah sampai pada paru-paru, oksigen dipindahkan ke darah dan diedarkan ke seluruh tubuh. Di dalam pembuluh darah, oksigen ditukar dengan karbondioksida. Karbondioksida sebagai hasil oksidasi respirasi sel dan dibawa ke paru-paru untuk dikeluarkan dari tubuh (Ayiseti, 2008).
Menurut Fujaya (2004), oksigen sebagai bahan pernafasan dibutuhkan oleh sel untuk berbagai metabolisme. Oksigen yang terlarut atau tersedia bagi hewan air jauh lebi sedikit daripada hewan darat yang hidup dalam lingkungan dengan 21% oksigen. Metabolisme hewan poikiloterm dipengaruhi oleh perubahan suhu lingkungan. Saat suhu rendah metabolisme turun dan akan meningkat ketika suhu lingkungan meningkat. Laju metabolisme berbanding terbalik dengan konsenrasi oksigen terlarut dan berkorelasi dengan konsumsi oksigen dan sintesa hemoglobin darah. Saat konsentrasi oksigen rendah dan temperatur meningkat maka laju metabolisme meningkat sedangkan bila konsentrasi oksigen tinggi dan temperatur rendah maka laju metabolisme juga rendah (Sabandiah, 1998) .
Ikan dapat hidup di dalam air dan mengkonsumsi oksigen karena ikan mempunyai insang. Insang memberikan permukaan luas yang dibasahi oleh air. Oksigen yang terlarut di dalam air akan berdifusi ke dalam sel-sel insang ke jaringan ke sebelah dalam dari badan (Kimball, 1988).


1.2.      Tujuan
Tujuan dari praktikum acara Pengukuran Konsumsi Oksigen Ikan adalah :
1.       mahasiswa dapat mengukur konsumsi oksigen baik dengan cara titrasi(metode winkler) ataupun dengan alat DO meter, untuk mengukur respon metabolik hewan air terhadap perubahan lingkungan atau stres.



II.        MATERI DAN METODE
2.1.      Materi
2.1.1.   Alat
            Alat yang digunakan dalam praktikum acara Pengukuran Konsumsi Oksigen Ikan adalah aerator, timbangan teknikal,gelas ukur besar, alat pengukur, botol winkler,  tabung elenmeyer, buret, statif.
2.1.2.   Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum acara Pengukuran Konsumsi Oksigen Ikan adalah ikan nila ( Oreochromis niloticus ), larutan KOH-KI, larutan H2SO4 pekat, larutan Na2S2O3, dan reagent amylum.
2.2.      Metode
            Praktikum dilakukan dengan mengisi penuh air yang ada dan menyiapkan botol winkler. Setelah 7 menit ambil air dan masukan ke dalam botol winkler. Setelah itu tutup dengan plastik dan tutup dengan botol winkler. Masukan larutan KOH-KI, larutan H2SO4 pekat, larutan Na2S2O3 dengan menggunakan suntikan. Lalu masukan ke gelas ukur dan beker glass masukan reagent amylum sampai larutan berwarna bening.
2.3.      Waktu dan Tempat
Praktikum acara pengukuran konsumsi oksigen ikan dilaksanakan pada tanggal 27 Mei 2017 di Laboratorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan





III.       HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.      Hasil
Tabel 3. Hasil pengukuran konsumsi oksigen pada ikan Nilem (Osteochilus hasselti)
Perlakuan
(menit)
Konsumsi O2
(mg/g/jam)
Rerata
(mg/g/jam)
Ulangan 1
Ulangan 2
10
2,53
3,69
3,11
20
1,965
1,73
1,8475
30
0,784
4,236
2,51
40
0,8432
3,657
2,2501

3.2.      Pembahasan
Kelangsungan hidup ikan sangat ditentukan oleh kemampuannya memperoleh oksigen yang cukup dari lingkungannya. Berkurangnya oksigen terlarut dala perairan, tentu saja akan mempengaruhi fisiologi respirasi ikan, dan hanya ikan yang memiliki sistem respirasi yang sesuai yang dapat bertahan hidup (Fujaya, 2004). Menurut Ville et al. (1988), konsumsi oksigen dapat digunakan untuk menilai laju metabolisme ikan sebab sebagian besar energi berasal dari metabolisme aerobik.
            Pada praktikum acara pengukuran konsumsi oksigen pada ikan hal yang dilakukan pertama-tama alat pengukur konsumsi oksigen difungsikan terlebih dahulu selama 15 menit. Kemudian ikan diukur terlebih dahulu panjang, bobot dan volumenya lalu dimasukkan ke dalam tabung II kemudian tabung ditutup lagi dengan rapat. Ikan dibiarkan dulu beradaptasi selama kurang lebih 30 menit. Kemudian dengan botol sampel, sampel air diambil sebanyak 125 ml dari tabung II. Kemudian sampel air dititrasi dengan metode Winkler untuk menentukan kadar oksigen terlarut pada awal percobaan. Hal ini diulangi pada waktu 10, 20, 30 dan 40 menit. Zonneveld (1991) menyatakan bahwa penentukan kadar oksigen terlarut dengan suhu standar dapat dilakukan dengan metode winkler. Metode winkler menggunakan sampel air yang dimasukkan dalam erlenmeyer ditambah KOH + KI + MnSO4, masing-masing 21 tetes sampai larutan berwarna cokelat. KOH dan MnSO4 berfungsi untuk mengikat O2 sehingga terjadi endapan. Kemudian campuran larutan itu dikocok supaya homogen dan didiamkan sehingga muncul endapan. Endapan tersebut ditunggu sampai turun ke dasar erlenmeyer, setelah itu ditambahkan lagi H2SO4 sebanyak 21 tetes untuk menghilangkan endapan. Campuran tersebut dikocok sampai endapan menghilang (menjadi jernih) baru ditambahkan amilum sebanyak 11 tetes sehingga warnanya berubah menjadi biru. Amilum berfungsi sebagai indikator O2. Campuran yang berwarna biru tua tersebut dititrasi dengan Na2S2O3, sampai tidak berwarna (jernih). Banyaknya Na2S2O3 pada titrasi sampai campuran berwarna jernih dihitung, itulah yang akan digunakan untuk menghitung besarnya KO2.
            Hasil praktikum acara pengukuran konsumsi oksigen pada ikan dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 3. Grafik konsumsi oksigen pada ikan Ikan Nilem (Osteochilus hasselti)

Berdasarkan hasil praktikum, didapatkan rerata banyaknya oksigen yang digunakan pada ikan nila yang diujikan dengan selang waktu 10 menit yaitu sebesar 3,11 mg/g/jam, selang waktu 20 menit 1,8475 mg/g/jam, selang waktu 30 menit sebesar 2,51 mg/g/jam dan selang waktu 40 menit sebesar 2,2501 mg/g/jam. Konsumsi oksigen pada tiap organisme berbda-beda tergantung pada aktivitas, jenis kelamin, ukuran tubuh, temperature dan hormone. Semakin besar bobot ikan maka semakin banyak pula konsumsi oksigennya begitupun sebaliknya. Semakin banyak konsumsi oksigen, semakin besar laju metabolismenya (Gordon, 1972 dalam Sahetapy, 2013).


IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1.      Kesimpulan
Kesimpulan praktikum acara Pengukuran Konsumsi Oksigen Ikan adalah
1.         pengukuran konsumsi oksigen hanya menggunakan metode tritasi dan rerata banyaknya oksigen yang digunakan pada ikan nila yang diujikan dengan selang waktu 10 menit yaitu sebesar 3,11 mg/g/jam, selang waktu 20 menit 1,8475 mg/g/jam, selang waktu 30 menit sebesar 2,51 mg/g/jam dan selang waktu 40 menit sebesar 2,2501 mg/g/jam.
4.2.      Saran
            Pemberian larutan H2SO4 sebaiknya dilakukan secara hati-hati agar tidak terkena kulit dan pemberian amilum dilakukan sampai berwarna jernih dengan melihat kertas dilaminating.


DAFTAR PUSTAKA
Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Rinek Cipta: Jakarta.

Kimball, J. W. 1988. Biologi Jilid II. Diterjemahkan oleh Siti Soetarmi Tjitrosomo dan Nawangsari Sugiri. Erlangga: Jakarta.

Sabandiah, E. 1998. Pengaruh Temperatur Lingkungan terhadap Kehidupan dan Konsumsi Oksigen Ikan Mas (Cyprinus carpio). Skripsi. Tidak dipublikasikan. Fakultas Biologi Unsoed: Purwokerto.
Sahetapy Jacqueline M.F. 2013. Pengaruh Perbedaan Volume Air Terhadap Tingkat Konsumsi Oksigen Ikan Nila (Oreochromis Sp.). Jurnal Triton. 9(2) : 127 – 130.
Ville, C.A, Walker, W.F and Barnes, R.D. 1988. Zoologi Umum. Erlangga: Jakarta.

Yuwono, E and Purnomo, S. 2001. Fisiologi Hewan Air. CV Sagung Seto: Jakarta.

Zonneveld,N.E.A Huisman, J.H Boon.1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta





LAMPIRAN



ACARA V
OSMOREGULASI

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEixuDckXMsTkWIuK1VuLrg553P97uqiJOOfj5erZjCjz4ZUBeNjGqqK9E6fgkXe0o7piWN6uJpIfUyWNRDGjQFS2e2Ak8tQKUQ-KVbbUseeIz1zyE_ga-1MA9nJ0sSiUz6-9bHTGVDrNEA/s1600/logo+unsoed.jpg


Oleh :

ALAN ANGKO WIJOYO
L1C015025



LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AKUATIK






KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PURWOKERTO
2017


I.          PENDAHULUAN
1.1.      Latar Belakang
Osmoregulasi adalah suatu upaya organisme air untuk mengontrol keseimbangan air dan ion antara tubuh dan lingkungannya, atau suatu proses pengaturan tekanan osmose. Hal ini perlu dilakukan karena harus terjadi keseimbangan antara substansi tubuh dan lingkungan dan membran sel yang permeabel merupakan tempat lewatnya beberapa substansi yang bergerak cepat serta adanya perbedaan antara tekanan osmose antara cairan tubuh dengan lingkungan. Organisme yang hidup pada air tawar melakukan osmoregulasi (Fujaya, 2004).
Konsentrasi osmotik dalam tubuh pada organisme yang hidup di laut sama dengan air laut sekitarnya disebut osmoconformer. Sedangkan osmoregulator merupakan konsentrasi garam dalam cairan tubuhnya ketika organisme ini dipindahkan ke dalam air payau yang salinitasnya lebih rendah. Nilai ambang toleransi larutan seluler akhirnya menentukan besarnya toleransi salinitas lingkungan hewan ini (Hariyadi, 2005).
Semakin jauh perbedaan tekanan osmose antara tubuh dan lingkungan, semakin banyak energi metabolisme yang dibutuhkan untuk melakukan suatu osmoregulasi sebagai upaya adaptasi, namun tetap ada batas toleransi (Fujaya, 2004). Menurut Campbell et. al., (2003) suatu energetik osmoregulasi terutama bergantung pada seberapa besar perbedaan osmolaritas seekor hewan dari osmolaritas lingkungannya dan seberapa besar kerja transpor pada membran diperlukan untuk mengangkut zat-zat terlarut itu secara aktif. Osmoregulasi bertanggung jawab sekitar hampir 50% laju metabolisme dalam keadaan istirahat pada banyak hewan laut dan ikan bertulang air tawar.
1.2.      Tujuan
Tujuan dari praktikum acara Osmoregulasi adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh salinitas yang berbeda terhadap ikan air tawar.
2. Untuk mengetahui perubahan tingkah laku ikan-ikan tersebut sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan salinitas.


II.        MATERI DAN METODE
2.1.      Materi
2.1.1.   Alat
            Alat yang digunakan dalam praktikum acara Osmoregulasi adalah stopwatch, hand counter dan refraktometer.
2.1.2.   Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum acara Osmoregulasi adalah ikan nila (Oreocromis niloticus), air tawar 0 ppt, air payau 15 ppt, air laut 30 ppt, dan tisu.
2.2.      Metode
            Praktikum dilaksanakan dengan menyiapkan akuarium tiga buah dengan masing-masing akuarium diisi dengan air tawar 0 ppt, air payau 15 ppt, air laut 30 ppt, masukan ikan nila (Oreocromis niloticus)bergantian di akuarium yang berbeda-beda. Hitung banyaknya operculum membuka dan cata hasilnya.
2.3.      Waktu dan Tempat
Praktikum acara osmoregulasi dilaksanakan pada tanggal 28 Mei 2017 di Laboratorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan




III.       HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.      Hasil
Tabel 4. Hasil pengamatan osmoregulasi pada ikan nila (Oreochromis niloticus)
Ikan/
Salinitas
Jumlah Buka Tutup Operkulum
(kali)
0 ppt
15 ppt
30 ppt
Nila
1530
1322
1296
Nilem
2440
1802
1023

3.2.      Pembahasan
            Osmoregulasi merupakan upaya yang dilakukan organisme dalam mengatur tekanan internal dalam tubuh untuk menyesuaikan diri dengan tekanan eksternal di lingkungan perairan. Cairan internal pada vertebrata air tawar mencapai 10 ppt, hal ini bisa mengakibatkan cairan internal di dalam tubuh keluar dengan cara difusi melalui sel permeabel atau alat eksresi, seperti insang, kulit dan ginjal. Selain itu, ikan air tawar bisa mengalami pemasukan air yang berlebihan (Sugiri, 1999).
Wahyurini (2005) menyatakan bahwa ikan nila merupakan salah satu ikan yang bersifat euryhaline, yaitu ikan yang memiliki toleransi tinggi terhadap perubahan salinitas dengan rentang yang cukup luas. Ikan nila dapat hidup pada salinitas hingga 35 ppt yaitu pada air tawar, payau dan air laut.
Praktikum dilaksanakan dengan menyiapkan akuarium tiga buah dengan masing-masing akuarium diisi dengan air tawar 0 ppt, air payau 15 ppt, air laut 30 ppt, masukan ikan nila (Oreocromis niloticus) bergantian di akuarium yang berbeda-beda. Hitung banyaknya operculum membuka dan cata hasilnya.

            Hasil praktikum acara osmoregulasi dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 4. Grafik jumlah buka tutup operkulum pada ikan nila (Oreochromis niloticus)
dan ikan nilem (Osteochillus hasselti)

Berdasarkan praktikum hasil yang diperoleh pada ikan nilem yang diletakkan di air bersalinitas 0 ppt mempunyai rerata jumlah buka tutup operkulum 2440, 15 ppt 1802 dan air bersalinitas 30 ppt 1023. Sedangkan pada ikan nila yang diletakkan di air bersalintas 0 ppt mempunyai jumlah buka tutup perkulum 1530, 15 ppt 1322, dan 30 ppt 1296. Wahyurini (2005) menyatakan bahwa ikan nila merupakan salah satu ikan yang bersifat euryhaline, yaitu ikan yang memiliki toleransi tinggi terhadap perubahan salinitas dengan rentang yang cukup luas. Ikan nila dapat hidup pada salinitas hingga 35 ppt yaitu pada air tawar, payau dan air laut.








IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1.      Kesimpulan
Berdasarkan praktikum Osmoregulasi dapat disimpulan :
1. Pengaruh salinitas yang berbeda terhadap ikan air tawar membuat  ikan nilem yang diletakkan di air bersalinitas 0 ppt mempunyai rerata jumlah buka tutup operkulum 2440, 15 ppt 1802 dan air bersalinitas 30 ppt 1023. Sedangkan pada ikan nila yang diletakkan di air bersalintas 0 ppt mempunyai jumlah buka tutup perkulum 1530, 15 ppt 1322, dan 30 ppt 1296.
2.Perubahan tingkah laku ikan-ikan tersebut sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan salinitas yaitu dengan mengurangnya membuka-menutupnya operculum.
4.2.      Saran
Perhitungan bukaan operculum sebaiknya dilihat dengan baik agar menghasilkan hitungan yang sesuai.
















DAFTAR PUSTAKA

Campbell, N.A., Jane, B.R. dan Lawrence G.M. 2003. Biologi Edisi Lima Jilid 2.  Erlangga, Jakarta.
Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan “Dasar Pengembangan Teknik Perikanan”. Rineka Cipta, Jakarta.
Hariyadi, B. 2005. Fisiologi Hewan II. Fakultas Biologi Universitas Jenderal          Soedirman, Purwokerto.
Sugiri, N. 1988. Zoologi Umum. Erlangga: Jakarta.
Susanto, H. 2006. Ikan Hias Air Laut. Penebar Swadaya, Jakarta.
Wahyurini, Endang Tri. 2005. Pengaruh Perbedaan Salinitas Air Terhadap Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus). Jurnal Perikanan dan Kelautan. 1(1): 87-98.

Yulan Adria, Ida A. Anrosana P. dan Ariesia A. Gemaputri. 2013. Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila Gift (Oreochromis Niloticus) Pada Salinitas Yang Berbeda. Jurnal Perikanan ( J. Fish. Sci.). XV (2) : 78-82.


LAMPIRAN


ACARA VI
EFEK HORMONAL DAN OVULASI PEMIJAHAN IKAN

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEixuDckXMsTkWIuK1VuLrg553P97uqiJOOfj5erZjCjz4ZUBeNjGqqK9E6fgkXe0o7piWN6uJpIfUyWNRDGjQFS2e2Ak8tQKUQ-KVbbUseeIz1zyE_ga-1MA9nJ0sSiUz6-9bHTGVDrNEA/s1600/logo+unsoed.jpg


Oleh :

ALAN ANGKO WIJOYO
L1C015025



LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AKUATIK






KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PURWOKERTO
2017


I.          PENDAHULUAN
1.1.      Latar Belakang
Hipofisasi adalah suatu cara untuk merangsang ikan untuk memijah atau terjadinya pengeluaran telur ikan dengan suntikan ekstrak kelenjar hipofisa. Teknik penyuntikan dengan pemijahan buatan atau induced breeding yaitu merangsang ikan untuk kawin. Kelenjar hipofisa adalah kelenjar yang dapat mengendalikan beberapa hormon antara lain hormon pada kelamin jantan (testis) maupun kelamin betina. Hipofisa berukuran sangat kecil, terletak di sebelah bawah bagian depan otak besar (diencephalon) sehingga jika otak kiri diangkat, maka kelenjar ini akan tertinggal. Kelenjar hipofisa terdiri atas 4 bagian masing-masing berurutan dari depan ke belakang adalah pars tubelaris, pars anterior, pars intermedius dan neurophisis (Effendi, 1978).
Metode hipofisasi adalah usaha untuk memproduksi benih dari induk yang tidak mau memijah secara alami tetapi memiliki nilai jual tinggi dengan kelenjar hipofisasi dari ikan donor yang menghasilkan hormon yang merangsang pemijahan seperti gonadotropin. Pemijahan sistem hipofisasi ialah merangsang pemijahan induk ikan dengan menyuntikkan kelenjar hipofisa. Terdapat 3 cara penyuntikan hipofisasi yaitu intra muscular, intra cranial, dan intra perineal (Sumantadinata, 1981).
Manfaat hipofisasi untuk merangsang ikan agar memijah atau terjadinya pengeluaran telur ikan dengan suntikan ekstrak kelenjar hipofisa. Metode hipofisasi bermanfaat  untuk memproduksi benih dari induk yang tidak mau memijah secara alami tetapi memiliki nilai jual tinggi. Hipofisasi dengan kelenjar hipofisasa dari ikan donor yang menghasilkan hormon yang merangsang pemijahan seperti gonadotropin (Ville et al., 1988).
1.2.      Tujuan
Tujuan dari praktikum acara Efek Hormonal dan Ovulasi Pemijahan Ikan adalah 1. Mahasiswa dapat melakukan pemijahan dan penyuntikan hormon pada ikan.


II.        MATERI DAN METODE
2.1.      Materi
2.1.1.   Alat
            Alat yang digunakan dalam praktikum acara Efek Hormonal dan Ovulasi Pemijahan Ikan adalah suntikan,bulu ayam,akuarium,aerator,selang, batu aerasi, mikroskop, kamera dan alat tulis.
2.1.2.   Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum acara Efek Hormonal dan Ovulasi Pemijahan Ikan adalah ikan Nilem (Osteochilus hasselti), Ovaprim,dan Akuades
2.2.      Metode
            Praktikum yang dilakukan yaitu pertama siapkan akuarium yang diisi air setengah akuarium dan diberi aerasi. Ambil ikan Nilem (Osteochilus hasselti), lalu suntik dengan ovaprim dan larutan akuades dengan 10 ml, tunggu satu jam. Lalu distriping ikannya. Campurkan telur dan sel sperma lalu dihomogenkan dengan bulu ayam. Masukan kedalam akuarium yang telah disiapkan tadi.amati telur setelah 1 jam dengan mikroskop. Amati telur dan larva setelah 24 jam. Catat hasil yang didapatkan.
2.3.      Waktu dan Tempat
Praktikum acara Efek Hormonal dan Ovulasi Pemijahan Ikan dilaksanakan pada tanggal 6 Juni 2017 di Laboratorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan





III.       HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.      Hasil
Tabel 5. Hasil perhitungan hatcing rate pada ikan Nilem (Osteochilus hasselti)
Nama Ikan
Jumlah Telur Yang Ditetaskan
(butir)
Jumlah Telur Menetas
(butir)
Hatcing Rate
(%)
Ikan Nilem
935
495
52,95

3.2.      Pembahasan
            Pemijahan adalah salah satu fase dari reproduksi, pada proses pemijahan induk betina bertelur 12 jam setelah proses penyuntikan. Telur-telur yang dikeluarkan lalu dibuahi. Setelah itu, telur-telur tersebut dimasukan pada akuarium penetasan (Susanto, 2006).Hormon reproduksi ikan yang berperan menurut Susanto (1992) adalah gonadotropin yaitu Leuteinizing Hormone (LH) dan Folicle Stimulating Hormone (FSH). Hormon gonadotropin tersebut dihasilkan oleh kelenjar adenohipofisa yang akan merangsang proses pemasakan ovulasi yang pada akhirnya merangsang induk betina untuk memijah. Ovaprim adalah campuran analog salmon GnRH dan Anti dopamine dinyatakan bahwa setiap 1 mL ovaprim mengandung 20 mg sGnRH-a (D-Arg6-Trp7, Lcu8,Prog-NET) – LHRH dan 10 mg Anti dopamine. Ovaprim juga berperan dalam memacu terjadinya ovulasi.  Peranan-peranan hormon LHRH adalah untuk kematangan gonad ikan (Simanjuntak, 1985).
            Berdasarkan pengamatan 1 jam setelah ovulasi stadia larva ikan nilem berada pada tahap perkembangan pembelahan IV (32 sel), akan tetapi setelah 12 jam kemudian telur ikan nilem menetas setelah pembuahan. Menurut Blaxter (1969) selain disebabkan oleh kelembutan khorion oleh enzim, penetasan juga dapat disebabkan oleh gerakan-gerakan akibat peningkatan suhu, intensitas cahaya atau penyerapan tekanan oksigen. Penetasan dapat terjadi karena dua hal yaitu 1) kerja mekanik yaitu embrio sering mengubah posisinya karena kekurangan rung dalam cangkangnya atau karena embrio telah lebih panjang dari lingkungan cangkangnya, 2) kerja enzimatik yaitu enzim dan unsur kimia lainnya yang dikeluarkan oleh kelenjar endodermal didaerah pharink embrio.
Hasil praktikum acara Efek Hormonal dan Ovulasi Pemijahan Ikan dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 5. Grafik hatcing rate pada ikan Nilem (Osteochilus hasselti)

Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui hatcing rate pada ikan Nilem (Osteochilus hasselti) Jumlah Telur Yang Ditetaskan 935 butir, Jumlah Telur Menetas 495 butir Hatcing Rate 52,95 %. Faktor internal yang mempengaruhi pemijahan ikan adalah faktor fisiologis dan psikologis ikan seperti ikan belum matang kelamin atau ikan dalam keadaan stress. Faktor eksternal yang mempengaruhi pemijahan ikan seperti cahaya, temperatur, dan arus atau aliran air. Susanto (1992), menambahkan bahwa suhu air merupakan salah satu faktor fisik yang dapat mempengaruhi nafsu makan dan pertumbuhan ikan serta proses metabolisme lainnya. Kisaran suhu dalam bak pemijahan yang tidak sesuai dengan batas toleransi ikan akan dapat menggagalkan proses pemijahan. Faktor lain yang sangat berpengaruh yaitu cara pengambilan dan penyuntikan ikan. Pengambilan ikan harus hati-hati untuk keberhasilan hipofisasi. Luka atau hilangnya sisik dapat mengakibatkan ikan resipien tidak dapat memijah walaupun telah diberikan suntikan ekstrak hipofisa, karena gangguan secara fisiologis pada ikan.



V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.      Kesimpulan
            Kesimpulan yang dapat diambil yaitu :
1.  Pemijahan buatan dengan penambahan hormon untuk merangsang pemijahan induk ikan. Jumlah Telur Yang Ditetaskan 935 butir, Jumlah Telur Menetas 495 butir Hatcing Rate 52,95 %.
5.2.      Saran
            Penyuntikan ovaprim sebaiknya dilakukan secara hati-hati agar sesuai dengan prosedur dan striping ikan dilakukan dengan pelan-pelan agar isi perut ikan ikut keluar.


DAFTAR PUSTAKA
Blaxter, H.S. 1969. Development of Eggs and Larvae. Fish Physiology. Vol III: Reproduction, Bioluminescene, Pigments and Poisons. Academic Press: New York.
                     Effendi, M. I. 1978. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri, Bogor.
Masrizal dan Efrizal. 1997. Pengaruh Rasio Pengenceran sperma Terhadap Fertilitas Sperma dan Daya Tetas Telur Ikan Mas (Cyprinus carpio). Fish J. Garing. 6 (1): 1 – 9.
Simanjuntak, R. H. 1985. Pembudidayaan Ikan Lele. Bathara Jaya Aksara: Jakarta.
Sumantadinata, K. 1981. Pengembangan Ikan-Ikan Pemeliharaan di Indonesia. Sastra      Hudaya, Bogor.
Susanto, H. 1995. Budidaya Ikan. Kanisius: Jakarta.
                     Ville, C.A. Warren, F. W. Jr. Robert. 1988. Zoologi Umum. Erlangga, Jakarta.



LAMPIRAN