PEMBERDAYAAN
DAN PEMBANGUNAN MASYARAKAT DENGAN KOMUNITAS YANG KOMPETEN
Disusun
Oleh:
ALAN ANGKO WIJOYO
L1C015025
ILMU KELAUTAN
FAKULTAS
PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM
STUDI ILMU
KELAUTAN
UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT
karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Pemberdayaan Masyarakat.
Penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1.
Bapak Ir. H. Muhammad
Nuskhi, M.Si. selaku dosen pengampu mata kuliah Pemberdayaan Masyarakat yang
telah memberikan tugas dan membimbing penulisan makalah ini.
2.
Orang tua dirumah yang
telah memberikan bantuan materil maupun doanya, sehingga pembuatan makalah ini
dapat terselesaikan.
3.
Teman-teman ILMU KELAUTAN FPIK Unsoed
angkatan 2015
yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini
Akhir kata semoga
makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada
khususnya .Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak.
Purwokerto, 9 Oktober 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan terus
dilakukan pada setiap daerah di Indonesia. Dengan pembangunan diharapkan
masyarakat dapat hidup sejahtera mengikuti perkembangan zaman yang ada. Atas
dasar itulah, maka pembangunan desa perlu terus dilanjutkan dan ditingkatkan
dengan melibatkan prakarsa dan swadaya gotong-royong masyarakat. Wilayah
pedesaan dengan segenap potensi yang terkandung di dalamnya, sesungguhnya
merupakan hasil kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia. Tetapi masyarakat
tidak bisa begitu saja terjun langsung dalam pembangunan. Disinilah perlu
adanya pendampingan untuk melakukan proses pembangunan.
Masyarakat
melakukan pembangunan tidak sendiri. Mereka membentuk suatu komunitas yang
nantinya akan bersama-sama membangun daerah mereka sendiri. Pembentukan
komunitas ini perlu didukung dengan adanya kesadaran masyarakat itu sendiri
dalam menyejahterakan daerahnya. Kesadaran masyarakat perlu didorong dengan
peran aktif juga dari orang luar contohnya pemberdaya masyarakat sendiri atau
pihka pemerintahan. Komunikasi yang terjalin baik nantinya bisa membantu proses
mereka dalam membangun daerahnya.
Pemerintah
berperan banyak dalam program pembangunan masyarakat. Segala cara dilakukan
untuk membentuk sebuah komunitas yang mampu membangun daerahnya. Upaya
dilakukan dengan memperkuat sistem pemerintahan yang ada supaya masyarakat
dapat terorganisir. Pelaksanaannya bisa dimulai dengan berbagai sudut dimensi.
Dimensi yang telah dibuat ini diharapkan akan mempermudah dalam pelaksanaan
program. Namun sekali lagi, peran aktif masyarakatlah yang memiliki pengaruh
untuk pembangunan. Dengan peran dari berbagai pihak ini diharapkan tujuan
pemberdayaan yaitu untuk kesejahteraan masyarakat dapat terealisasikan secara
merata.
1.1. Tujuan
Paper pemberdayaan
masyarakat ini bertujuan untuk :
1. Memahami
pengertian pemberdayaan masyarakat
2. Memahami
perkembangan pembangunan Indonesia dari segi dimensi pembangunan perkotaan
3. Memahami
dasar pembangunan komunitas kompeten
Pemberdayaan menurut Suhendra
(2006:74-75) adalah “suatu kegiatan yang berkesinambungan, dinamis, secara
sinergis mendorong keterlibatan semua potensi yang ada secara evolutif dengan
keterlibatan semua potensi”.
Selanjutnya pemberdayaan menurut Ife (dalam Suhendra, 2006:77) adalah “meningkatkan kekuasaan atas mereka yang kurang beruntung (empowerment aims to increase the power of disadvantage)”.
Selanjutnya pemberdayaan menurut Ife (dalam Suhendra, 2006:77) adalah “meningkatkan kekuasaan atas mereka yang kurang beruntung (empowerment aims to increase the power of disadvantage)”.
Menurut Mubarak (2010)
pemberdayaan masyarakat dapat diartikan sebagai upaya untuk memulihkan
atau meningkatkan kemampuan suatu komunitas untuk mampu berbuat sesuai dengan
harkat dan martabat mereka dalam melaksanakan hak-hak dan tanggung
jawabnya selaku anggota masyarakat.
pemberdayaan adalah
serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan
atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat.
yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki
kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan
kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial seperti memiliki
kepecayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai
mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial,
dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya (Sipahelut, 2010).
2.2 Membentuk Komunitas yang baik
Ada beberapa hal yang dapat mencirikan suatu
komunitas yang baik, yaitu sebagai berikut :
2.2.1 Berinteraksi satu dengan yang lain (primary group)
Kelompok sosial atau social group
adalah himpunan atau kesatuan manusia yang hidup bersama, karena adanya
hubungan di antara mereka. Hubungan tersebut antara lain menyangkut hubungan
timbal balik yang saling mempengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk saling
menolong (SoejonoSoekanto, 2006:104).
Menurut (Zamhariri, 2008), proses
interaksi sosial dalam kehidupan masyarakat dan keluarga, secara sosiologis
memiliki dua syarat utama, yaitu:Adanya Kontak Sosial dan Adanya Komunikasi.
Suatu interaksi
sendiri tidak akan terbentuk tanpa adanya kontak sosial dan komunikasi yang
terjalin. Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama,persaingan
bahkan dapat juga berbentuk pertentangan atau pertikaian (Soekanto,2006)
. Interaksi sosial
akan berjalan dengan tertib dan teratur bila individu dalam masyarakat dapat
bertindak sesuai dengan konteks sosialnya, Terdapat tiga jenis interaksi
sosial, yakni interaksi antara individu dengan individu, antara kelompok dengan
kelompokdan antara individu dangan kelompok (Leis, 2013)
2.2.2 KOMUNITAS MEMILIKI OTONOMI
Kesalahan dan kegagalan di daerah akan menjadi masalah lokal
yang harus diselesaikan secara lokal pula (Nasdian, 2006).
Usman (2014) menyatakan kebijakan otonomi daerah tidak
mengancam persatuan dan kesatuan bangsa bahkan dapat memperkuat integrasi
bangsa, dengan alasan : (1) Rakyat dan institusi perwakilan rakyat di daerah
merasa dipercaya oleh pemerintah, dan karena itu merasa bangga sebagai bagian
dari pemerintah nasional. (2) Kepala Pemerintahan dan jajaran eksekutif di
daerah memikul kewajiban untuk memberi pengabdian mereka yang terbaik kepada
rakyat di wilayahnya, karenakeberhasilan atau kegagalan mereka tidak akan lepas
dari penilaian rakyat setempat. (3) kelompok separatis atau anti nasional di
daerah untuk melakukan manuver dengan alasan ketidak-puasan terhadap kebijakan
pemerintah pusatMenurut (Hendra, 2014), kewenangan otonomi diberikan kepada
daerah ialah untuk memelihara dan mengembangkan identitas budaya lokal. Tanpa
otonomi yang luas, daerah-daerah akan kehilangan identitas budaya lokal baik
berupa adat istiadat maupun agama, seperti di Bali, Sumatera Barat, Riau, Aceh,
Maluku, Papua dan Sumatera Utara.
Heinz Laufer dan
Munch Ursula mengemukakan, elemen hubungan antara pusat dan daerah tidak
bersifat monosentris, melainkan polisentris bergerak dari suatu kontinum ke
kontinum lainnya, dari kontinum unitaris ke kontinum federalis atau sebaliknya
(dalam Prasojo, 2006: 5)
2.2.3 KOMUNITAS MEMILIKI VIABILITAS
Salah satu tujuan pemberdayaan masyarakat adalah tumbuhnya
kemandirian masyarakat. Masyarakat yang mandiri adalah masyarakat yang sudah
mampu menolong diri sendiri. Untuk itu, perlu selalu ditingkatkan kemampuan
masyarakat untuk berswadaya (Cooperrider dan Whitney, 2006).
Di dalam masyarakat yang terikat terhadap adat kebiasaan,
sadar atau tidak sadar mereka tidak merasakan bahwa mereka punya masalah yang
perlu dipecahkan. Karena itu, masyarakat perlu pendekatan persuasif agar mereka
sadar bahwa mereka punya masalah yang perlu dipecahkan, dan kebutuhan yang
perlu dipenuhi (Siti, 2006).
Memberdayakan masyarakat bermakna merangsang masyarakat
untuk mendikusikan masalahnya serta merumuskan pemecahannya dalam suasana kebersamaan.
Masyarakat perlu diberdayakan agar mampu mengidentifikasi permasalahan yang
paling menekan. Dan masalah yang paling menekan inilah yang harus diutamakan
pemecahannya. Tujuan utama pemberdayaan masyarakat adalah membangun rasa
percaya diri masyarakat. (Setiadi dan Kolip, 2010).
Penyelesaian atau pemecahan masalah adalah
bagian dari proses berpikir. Sering dianggap merupakan proses paling
kompleks di antara semua fungsi kecerdasan, pemecahan masalah telah
didefinisikan sebagai proses kognitif tingkat tinggi yang memerlukan
modulasi dan kontrol lebih dari keterampilan-keterampilan rutin atau dasar
(Andri, 2010).
2.2.4 DISTRIBUSI KEMAMPUAN YANG MERATA
Suatu komunitas, dalam anggotanya harus memiliki kemampuan
atau kebebasan dalam berkehendak. Bebas menentukan kehendak adalah kekuatan
seseorang untuk memilih atau tidak memilih kebaikan yang terbatas atau yang
tidak terbatas (Ariestita, 2006).
Partisipsi masyarakat
meningkatkan keberlanjutan ketika masyarakat terlibat dalam pengambilan
keputusan, masyarakat merasa memiliki dan termotovasi untuk mempertahankannya,
namun memakan waktu sumberdaya logistik dan organisasinya merepotkan (Widodo,
2014).
Nasdian (2006) mendefinisikan
partisipasi sebagai proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri,
dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan
proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara
efektif. Titik tolak dari partisipasi adalah memutuskan, bertindak, kemudian
mereka merefleksikan tindakan tersebut sebagai subjek yang sadar.
Nasdian (2006) juga memaparkan
bahwasanya partisipasi dalam pengembangan komunitas harus menciptakan
peranserta yang maksimal dengan tujuan agar semua orang dalam masyarakat
tersebut dapat dilibatkan secara aktif pada proses dan kegiatan masyarakat.
2.2.5 KESEMPATAN SETIAP ANGGOTA
Tingkat partisipasi menurut Dahlsrud (2008) terdiri dari
empat kategori, yakni tingkat pengambilan keputusan (perencanaan), tingkat
pelaksanaan, tingkat evaluasi, dan tingkat pemanfaatan hasil. Partisipasi
adalah proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing
oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses
(lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif.
Rahman (2009) juga memaparkan bahwasanya partisipasi dalam
pengembangan komunitas harus menciptakan peranserta yang maksimal dengan tujuan
agar semua orang dalam masyarakat tersebut dapat dilibatkan secara aktif pada
proses dan kegiatan masyarakat.
Menurut Suhirman dan Todaro (2006), pemberdayaan memiliki
dua elemen pokok, yakni kemandirian dan partisipasi. Titik tolak dari
partisipasi adalah memutuskan, bertindak, kemudian mereka merefleksikan
tindakan tersebut sebagai subjek yang sadar.
Partisipasi masyarakat menggambarkan bagaimana terjadinya pembagian
ulang kekuasaan yang adil (redistribution of power) antara penyedia
kegiatan dan kelompok penerima kegiatan. Partisipasi masyarakat tersebut
bertingkat, sesuai dengan gradasi, derajat wewenang dan tanggung jawab yang
dapat dilihat dalam proses pengambilan keputusan (Isma dan Fredian, 2011)
.
Menurut Oakley (2007) komunikasi merupakan suatu proses
ketika seseorang atau suatu kelompok masyarakat menggunakan informasi agar
terhubung dengan lingkungannya. Pembagian kerja, perasaan asosiasi,
kebersamaan, dan kerja sama – semua ini membantu dalam membangun suasana yang
sehat yang penuh dengan persatuan, keselarasan dan persahabatan.
Komunitas adalah sebuah proses alamiah dimana orang-orang
yang hidup bersama untuk memaksimalkan kepentingan mereka, merasa bahwa
kepentingan diri sendiri dapat ditemukan dalam kelompok. Komunikasi bagi
seorang anggota dalam suatu komunitas sangat penting untuk dilakukan,
komunikasi tersebut dapat dilakukan melalui berbagai media seperti media sosial
guna memudahkan proses pendekatan antar sesama anggota (Raharjo
Adisasmita, 2006).
Dalam komunitas orang hidup dengan berasosiasi dengan satu
sama lain. Perasaan asosiasi adalah perasaan manusia yang umum. Hal ini
membantu dalam membangun perdamaian dan harmoni dalam masyarakat. (Mudiyanto
dan Bambang, 2009).
Manusia saling membutuhkan satu sama lain. Dari rasa saling
membutuhkan tersebut timbul hasrat untuk membentuk suatu kelompok yang
mempunyai suatu pandangan yang sama, baik pandangan berpolitik, berkesenian,
atau pandangan lainnya (Turner, 2009).
2.2.7 HETEROGENITAS DAN PERBEDAAN PENDAPAT
Perbedaan adalah suatu hal yang tidak bisa dipungkiri oleh
manusia. Semakin maju perkembangan jaman, perbedaan pun semakin jelas terlihat.
Perbedaan tidak memandang bulu, baik itu hal besar ataupun kecil pasti akan ada
perbedaan. (Ema, 2007).
Menurut Ni Luh (2013), perbedaan pendapat, percekcokan
kecil dianggap sebagai suatu dinamika kehidupan yang selalu ada dalam kehidupan
bersama. Perbedaan pendapat adalah sesuatu yang seharusnya terjadi dan
tidak perlu dipermasalahkan. Artinya perbedaan yang sifatnya tidak peka dan
tidak menimbulkan masalah. Kalaupun menimbulkan masalah, dengan mudah dapat
diselesaikan
. Banyak faktor yang melatar
belakangi munculnya ketidakcocokan atau ketegangan, antara lain;sifat-sifat
pribadi yang berbeda, perbedaan kepentingan, komunikasi yang “buruk”, dan
perbedaan nilai. Perbedaan-perbedaan inilah yang akhirnya membawa organisasi ke
dalam suasana konflik. (Lambert et al.2006).
Bahwasanya ada “hal-hal lain
(liyan)” atau the others (cf. Mulkhan, 2007:1; Atmadja, 2007:7) dalam kehidupan
bermasyarakat adalah sebuah kepastian. Namun, ke-liyan-an itu tidak perlu harus
menjadi biang keladi perpecahan.
2.2.8 PELAYANAN MASYARAKAT,DITEMPATKAN SECEPAT DAN SEDEKAT MUNGKIN PADA YANG BERKEPENTINGAN
Selama ini kita menyadari bahwa pembangunan yang
dilaksanakan baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah belum mencerminkan
tingkat pemberdayaan masyarakat (miskin) maupun daerah secara optimal. Bahkan
pembangunan yang dilaksanakan terkadang tidak sesuai atau tidak sejalan dengan
kebutuhan masyarakat sebenarnya (Suparno dan Suhaenah, 2006).
Orientasi pemberdayaan memang secara tegas mnunjukan sesuatu
target group masyarakat itu sendiri. Di sisi lain saat mungkin terjadi
bahwa sasaran yang perlu diberdayakan hanyalah merupakan bagian dari suatu
masyarakat saja, yaitu khususnya pihak yang belum memiliki daya (Adi dan
Isbandi, 2008).
Peningkatan pemerintah bukan hanya diarahkan pada upaya
“penguatan” pemerintah secara sentralistis, melainkan dengan cara memberikan
peranan yang lebih besar kepada daerah dan masyarakat melalui strategi dan pola
terarah dari konsep desentralisasi (otonomi daerah) (Rohman, 2010).
Pemberdayaan masyarakat harus difokuskan pada kelompok
masyarakat didaerah, yang merupakan bagian terbesar dari populasi masyarakat
Indonesia. Sehingga merupakan kegiatan strategis yang harus didukung oleh semua
komponen bangsa agar dapat memberdayakan dan melepaskan masyarakat
didaerah-daerah dari ketergantungannya pada pemerintah pusat (Darmastuti, 2010)
2.2.9 MANAGING KONFLIK
Untuk dapat menyelesaikan konflik yang terjadi di
masyarakat, tentunya harus diketahui penyebab konflik yang terjadi. Dalam
pandangan teori konflik bahwa masyarakat selalu dalam kondisi perubahan, dan
setiap elemen dalam masyarakat memberikan sumbangan bagi terjadinya konflik di
masyarakat (Bambang, 2007).
Diungkapkan dalam penelitian Irawati (2007) bahwa berbagai perbedaan yang
muncul dalam organisasi yang dapat menimbulkan silang pendapat, pertengkaran
atau bahkan konflik di dalam tubuh
organisasi. Adanya job design dan job
descript ion secara otomatis telah memposisikan seseorang sebagai
kompetitor bagi sesamanya, sehingga menimbulkan persaingan yang seringkali
berakibat buruk bagi kinerja organisasi secara
keseluruhan.
Menurut Kwantes et al. (2008)
dibutuhkan lima strategi mengelola konflik yaitu dengan mewajibkan,
mengintegrasikan, menghindari, mendominasi dan mengorbankan serta memberikan
dampak pada kinerja personal dan kinerja kelompok.
Untuk menciptakan dan meningkatkan
kinerja baik individu maupun tim, diperlukan strategi dalam mengelola konflik
agar tidak menimbulkan kerugian bagi semua pihak seperti kerugian psikis
pribadi karyawan itu sendiri, kerugian nilai hubungan dengan rekan sekelompok
kerja serta kerugian bagi perusahaan/lembaga organisasi secara keseluruhan
(Tang 2007).
3.1 MODEL DUNIA KETIGA
Top-down planning
merupakan model perencanaan yang dilakukan dari atasan yang ditujukan kepada
bawahannya dimana yang mengambil keputusan adalah atasan sedangkan bawahan
hanya sebagai pelaksana saja. Dalam pengertian lain terkait dengan
pemerintahan, perencanaan top-down planning atau perencanaan atas
adalah perencanaan yang dibuat oleh pemerintah ditujukan kepada masyarakat
dimana masyarakat sebagai pelaksana saja.(dharmaningtyas,2010)
Pembahasan tentang model inovasi seperti model
"Top-Down" dan "Bottom-Up" telah banyak dilakukan oleh para
peneliti dan para ahli pendidikan.. White (2008: 136-156)
Penting ditekankan bahwa para pembina peran serta masyarakat
harus bersifat sebagai fasilitator, pemberi bantuan teknis, bukan sebagai
instruktur terhadap masyarakat, agar mampu mengembangkan kemandirian masyarakat
dan bukan menimbulkan ketergantungan masyarakat (Efendi, 2009)
Secara makro, peran remitan dalam
pembangunan SDM diamati menggunakan indikator adanya kegiatan peningkatan skill
melalui pelatihan dan sosialisasi, karena kegiatan pelatihan dan sosialisasi
merupakan suatu upaya peningkatan skill masyarakat (Lawang, 2006).
3.2 MODEL KESEIMBANGAN
Pembangunan sektor industri menjadi prioritas utama dalam rencana
pembangunan negara-negara sedang berkembang (NSB).Hal ini terjadi karena sektor
industri dianggap sebagai the leading sektor yang mampu mendorong berkembangnya
sektor-sektor yang lain, seperti sektor jasa dan pertanian.(Arsyad, 2010).
Para pemikir generasi kedua tentang teori ketergantungan
mengatakan bahwa pembangunan tidak akan membebaskan negara berkembang dari
ketergantungan mereka terhadap negara maju. Industrialisasi negara berkembang
hanya diraih oleh sebagian kecil negara, itu pun tidak muncul dari pembangunan
negara berkembang akan tetapi itu berasal dari negara maju. (Rapley, 2007:27).
Peranan sektor pertanian dalam
pembangunan ekonomi sangat penting karena sebagian anggota masyarkat
dinegara-negara miskin menggantungkan hidupnya pada sektor tersebut. Jika para
perencana dengan sungguh-sungguh memperhatikan kesejahtraan masyarakatnya maka
satu-satunya cara adalah dengan memperhatikan kesejahtraan masyarakatnya. Maka
satu-satunya cara adalah dengan meningkatkan kesejahtraan sebagian besar
anggota masyarakatnya yang hidup disektor pertanian itu.cara itu bisa ditempuh
dengan jalan meningkatkan produksi tanaman pangan dan tanaman perdagangan
mereka dan atau meningkatkan harga yang mereka terima atas produk-produk yang
mereka hasilkan (Arsyad,2007)
3.3 MODEL NEGARA MAJU
Pengertian pembangunan dapat
dijelaskan dengan menggunkan dua pandangan yang berbeda yaitu pembangunan
tradisional dan pembangunan modern. Pembangunan modern diartikan sebagai upaya
pembangunan yang tidak lagi menitikberatkan pada pencapaian pertumbuhan PDB
sebagai tujuan akhir,melainkan pengurangan tingkat kemiskinan yang
terjadi,penanggulangan ketimpangan pendapatan serta penyediaan lapangan kerja
yang mampu menyerap angkatan kerja produktif (Widodo,2006)
Walaupun upah di negara berkembang
ini lebih rendah daripada pekerjaan yang sama di negara maju, akan tetapi,
pekerjaan yang direlokasi, bukanlah pekerjaan tingkat rendah. Pekerjaan
akuntansi, informatika seperti penyusunan program atau soft wareyang lain,
dokter, dan sarjana lainnya merupakan bagian-bagian dari pekerjaan relokasi ini
(Friedman, 2006).
Negara berkembang
"bertugas" untuk menghasilkan dan mengekspor produksi pertanian dan
bahan mentah lainnya. Negara maju, "bertugas" menghasilkan produk
industri yang berasal dari hasil pertanian dan bahan mentah tersebut (Heron,
2006).
Dalam perkembangannya,PKIB ini
membawa relokasi industri yang lebih berketrampilan tinggi seperti ketrampilan
komputer, ketrampilan berbahasa asing, bahkan memerlukan tenaga kerja setingkat
sarjana atau lebih tinggi seperti dokter,akuntan, dsb. Karena ketrampilan yang
dituntut lebih tinggi, maka dengan sendirinya, upahpun menjadi lebih tinggi
(Friedman, 2006).
3.4 MODEL KELOMPOK SASARAN
Kelestarian kekayaan multietnik masyarakat Indonesia hingga sekarang, telah
mengisyaratkan bahwa bangsa Indonesia masih banyak menggunakan bentuk tatanan
masyarakat tradisional dalam kehidupan sehari-hari. Kelompok masyarakat yang
masih memegang erat tradisi dengan meletakkan spiritualitasnya pada simbol
kekuatan alam, sering menggunakan bentuk akulturasi ritual keagaaman untuk
menunjukkan eksistensi mereka agar dapat mengikuti perkembangan jaman (Pretty
et al., 2008).
Tiga tantangan besar pendidikan
di Indonesia adalah akses pendidikan bagi semua orang, kualitas
pendidikan yang belum merata, dan alokasi anggaran dan keseriusan pemerintah
daerah dalam meningkatkan kualitas pendidikan. (Plomp, Pelgrum
& Law, 2008). Akibat yang dirasakan adalah daerah yang sudah
berkembang semakin berkembang dan di daerah tersebut akan terjadi penumpukan
kegiatan industri, sementara daerah-daerah lain semakin tertinggal dan kurang
diminati oleh investor (Syahza, 2007).
Seiring dengan
kemajuan ilmu dan teknologi maka telah mempersempit ruang dan watu. Menurut
Herakleitos, seorang filsuf yang berasal dari Yunani,ruang dan waktu adalah
bingkai yang di dalamnya seluruh realitas kehidupan kita hadapi. Kita tidak
bisa mengerti benda-benda nyata apapun tanpa meletakkannya pada bingkai ruang
dan waktu (dalam Cassirer, 2007:63).
3.5 MODEL SWADAYA MASYARAKAT
Lebih lanjut Santosa (2012: 29-30) menyatakan bahwa
kerjasama adalah suatu bentuk interaksi sosial di mana tujuan anggota kelompok
yang satu berkaitan erat dengan tujuan anggota kelompok yang lain atau tujuan
kelompok secara keseluruhan sehingga seseorang individu hanya dapat mencapai
tujuan bila individu lain juga mencapai tujuan.
Menurut Cohen dan Uphoff (dalam Supriatna, 2010: 88)
inisiatif atau prakarsa dalam partisipasi bisa berasal dari bawah atau
masyarakat itu sendiri (buttom up) dan berasal dari pemerintah (top down).
Dimana dalam pembangunan desa bentuk swadaya yang berupa prakarsa dan inisiatif
merupakan titik awal dari partisipasi masyarakat.
Peran remitan dalam pembangunan
ekonomi desa diamati melalui adanya multiplier effect yang tercipta dari
kegiatan belanja regional,tabungan dan lapangan pekerjaan baru (Wang dan Hofe,
2011).
indikator lainnya dalah adanya
lembaga pengelola remitan, dimana adanya lembaga kemasyarakatan tersebut
bertujuan untuk terwujudnya kesejahteraan masyarakat (Wasistiono, 2006).
4.1 Mampu mengidentifikasi masalah dan kebutuhan komunitas
Komunitas (community) adalah sekelompok masyarakat
yang mempunyai persamaan nilai (values), perhatian (interest)
yang merupakan kelompok khusus dengan batas-batas geografi yang jelas, dengan
norma dan nilai yang telah melembaga (Fetterman, 2007).
Pembangunan masyarakat
diartikan sebagai aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat, dimana mereka mampu
mengindentifikasikan kebutuhan dan masalah secara bersama (Raharjo, 2006).
Komunitas yang
berkembang pasti mengalami suatu proses pembangunan di mana masyarakat
berinisiatif untuk memulai proses kegiatan sosial guna memperbaiki situasi dan
kondisi diri sendiri. (Arsyad, 2010) Salah satu cara untuk memperbaiki keadaan
adalah dengan Identifikasi masalah. Identifikasi
masalah yaitu merupakan salah satu cara bagaimana kita melihat, menduga,
memperkirakan, dan menguraikan serta menjelaskan apa yang menjadi masalah.
Dengan mengidentifikasi diharapkan suatu masalah dapat terselesaikan dengan
lebih cepat sehingga semua merasa ikut ambil bagian (Rusli dkk, 2006).
Masyarakat dalam hal ini
adalah anggota masyarakat yang diorganisaikan menjadi suatu kelompok yang
bersifat paguyuban (komunitas) yang saling mengenal, terikat oleh kepentingan
dan tujuan yang sama, didudukan sebagai pelaku dan penentu program. (Raharjo,
2006)
4.2 Mampu mencapai kesempatan tentang sasaran yang dicapai dan skala prioritasnya
Kesepakatan
adalah Pendapat kelompok acuan yang sudah dibuat memiliki tekanan kuat sehingga
remaja harus loyal dan menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat kelompok. Sesuatu yang sudah menjadi
keputusan bersama menjadikan kekuatan sosial yang mampu menimbulkan konformitas
(Sinuraya, 2010).
Tujuan dan
sasaran adalah tahap perumusan sasaran strategis yang menunjukkan tingkat
prioritas tertinggi dalam perencanaan pembangunan jangka menengah daerah yang
selanjutnya akan menjadi dasar penyusunan program dan kegiatan prioritas
(Soetomo, 2009)
Dalam mencapai
kesepakatan suatu hal tentu ada kesulitan. Peran pemimpin dalam komunitas
diperlukan agar kesepakatan dapat ditemukan. Dalam mencari kesepakatan pemimpin
dapat memulai musyawarah dengan anggota komunitasnya. Semua tujuan disatukan
agar mendapat suatu kesepakatan (Widodo, 2015 )
Tentu tidaklah
mudah untuk membuat sebuah komunikasi berjalan dengan menghasilkan kesepakatan
secara utuh sesuai tujuannya. Karena, salah satu prinsip dalam berkomunikasi,
yakni terdapatnya kesulitan-kesulitan pokok dalam mencapai tujuan.
Kesulitan-kesulitan internal ini merupakan hal yang biasa dialami dialami oleh
penyampai ide maupun penerimanya (Nawalah et al, 2010 ).
4.3 Mampu menemukan dan menyepakati cara dan alat mencapaisasaran yang telah disetujui bersama
Merumuskan tujuan dan
sasaran merupakan rumusan kerangka fikir dan tindakan yang akan diambil oleh
organisasi atau komunitas dalam suatu wilayah tertentu dalam menjawab isu-isu
strategis. Sasaran merupakan upaya
perubahan perilaku yang diharapkan oleh suatu komunitas yang merujuk pada
kerangka pembangunan yang lebih luas (Saharudin, 2006).
Suatu komunitas untuk
mencapai sasaran yang diinginkannya maka dibutuhkan sebuah strategi atau metode
untuk mencapainya. (Maryono, 2007)
Suatu komunitas untuk mencapai sasaran yang diinginkannya maka dibutuhkan sebuah
strategi atau metode untuk mencapainya. Strategi adalah cara yang digunakan
dengan menggunakan sasaran menjadi tujuan yang telah ditentukan. Dalam komunitas orang hidup dengan berasosiasi dengan satu
sama lain. Perasaan asosiasi adalah perasaan manusia yang umum. Hal ini
membantu dalam membangun perdamaian dan harmoni dalam masyarakat. (Maryono, 2007)
Konsep sasaran
merupakan bagian dari penetapan target sasaran dan rencana terstruktur terkait
dengan taktik yang diambil. Sasaran merupakan langkah-langkah kearah pencapaian
tujuan (Sudewo, 2011).
4.4 Mampu bekerjasama rasional untuk bertindak mencapai tujuan
Komunitas harus
memiliki suatu tujuan yang telah dimusyawarahkan dan telah disepakati oleh
seluruh anggota. Ada berbagai macam tujuan seperti komunitas yang ingin
mewujudkan tujuannya dengan cara bekerjasama dengan seluruh anggota yang ada
didalamnya. Keberhasilan komunitas ditentukan besarnya kontribusi yang
dilakukan oleh individu di dalamnya (Santoso,2010)
Suatu kelompok harus dapat saling
membantu dalam mencapai sebuah tujuan
karena keberhasilan individu menjadi keberhasilan kelompok, atau sebaliknya,
kegagalan individu merupakan kegagalan kelompoknya juga. Dan juga Suatu
organisasi akan efektif bila anggota-anggotanya bekerjasama berdasarkan
tujuan-tujuan yang sama, Model kerja sama dapat berbentuk mengerjakan
tugas-tugas dari guru, sekolah atau memberikan motivasi (Batool, 2012).
Model kerjasama
inilah yang akan membimbing anggota untuk mencapai tujuan bersama, dan untuk
ini diperlukan dua tanda psikologis, yaitu rasa kepemilikan dan ketergantungan
satu sama lain (Annawaty,2011).
Suatu komunitas, dalam anggotanya harus memiliki kemampuan
atau kebebasan dalam berkehendak. Bebas menentukan kehendak adalah kekuatan
seseorang untuk memilih atau tidak memilih kebaikan yang terbatas atau yang
tidak terbatas (Ariestita, 2006).
4.5.1 Program berencana
Masalah sosial adalah
suatu kondisi yang tidak diharapkan sehingga menyebabkan masyarakat membutuhkan
upaya untuk merubah atau memperbaikinya. Dengan demikian, program yang
dirumuskan dan kemudian dilaksanakan pada dasarnya merupakan upaya menjawab
kebutuhan pemecahan masalah ini (Burhanudin, 2013)
Perencanaan
program merupakan bagian dari pengembangan swadaya masyarakat yang membahas dan
memutuskan tentang tujuan, target, waktu, pembagian peran dan tanggungjawab,
sumber dana, sistem monitoring dan evaluasi yang semua dipahami oleh anggota
masyarakat. (Mardikanto,2010).
Perencanaan
yang menyusun programprogram pembangunan atau industri-industri yang membangun
kegiatan usahanya di suatu daerah harus melakukan analisis kebutuhan
masyarakat. Dalam melakukan analisis kebutuhan harus benar-benar dapat memenuhi
kebutuah (Needs Analisis), dan bukan sekedar membuat daftar keinginan (list
of Wants) yang bersifat sesaat (Munandar, 2008).
Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Melalui PNPM Mandiri dirumuskan kembali
mekanisme upaya penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat,
mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi.
(Ditjen Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, 2007)
4.5.2 Pembangkitan tekad masyarakat untuk menolong diri sendiri dan bergantung pada pihak lain
Menolong
diri sendiri dapat dikatan dengan suatu kemandirian. Menurut
Lamman (dalam Fatimah, 2006) menyatakan bahwa kemandirian merupakan suatu
kemampuan individu untuk mengatur dirinya sendiri dan tidak tergantung kepada
orang lain.
Bagi objek
atau sasaran pemberdayaan, sudah tentu mengalami kondisi yang berbeda dari masa
sebelumnya, mungkin ada perbaikan besar yang dirasakan dalam relasi dengan
sikap orang untuk mencari penghidupan yang layak dan selaras. (Widiyanti,
2012).
Perbaikan
ini tentu didasari dengan tekad yang kuat dari diri mereka sendiri. Yakni untuk
menolong dirinya sendiri sehingga tidak bergantung pada orang lain.( Sumarti dkk, 2006)
Penting ditekankan
bahwa para pembina peran serta masyarakat harus bersifat sebagai fasilitator,
pemberi bantuan teknis, bukan sebagai instruktur terhadap masyarakat, agar
mampu mengembangkan kemandirian masyarakat dan bukan menimbulkan ketergantungan
masyarakat (Efendi, 2009).
Untuk lebih fokusnya
pemberdayaan yang dilakukan, secara ideal para pengembang masyarakat
(fasilitator) harus memiliki kemampuan, wawasan serta pengalaman yang memadai sebagai
fasilitator lapangan untuk program pemberdayaan masyarakat (Aziz Muslim, 2009)
4.5.3 Bantuan teknis (dari pihak lain ),termasuk personil,peralatan,dan dana
Pendekatan
strategi pembangunan pada kemandirian masyarakat (self-help strategy)
dapat dilakukan dengan pemberian bantuan yang berasal dari luar, baik yang
bersifat teknis maupun keuangan tetap dimungkinkan, tetapi dengan jumlah yang
terbatas (Thaha, 2012).
Dalam proses pembanguanan komunitas kata memimpin mengandung konotasi : “Menggerakkan, mengarahkan,
membina, melindungi, memberi teladan, memberikan dorongan, memberikan bantuan
dan sebagainya”. (Cook, 2006).
Sehingga
pembanguanan dapat berjalan lancer dan berhasil. Bantuan dalam proses pembangunan dapat
dengan perwujudan yang bermacam-macam (Aziz Muslim,2009)
Suatu
pembangunan komunitas tak terlepas dari berbagai bantuan. Menerima bantuan
teknis salah satu contohnya Peran-peran teknis. Mengacu pada aplikasi keterampilan yang
bersifat praktis. Pendamping dituntut tidak hanya mampu menjadi ‘manajer
perubahan” yang mengorganisasi kelompok, melainkan pula mampu melaksanakan
tugas-tugas teknis sesuai dengan berbagai keterampilan dasar, seperti;
melakukan analisis sosial, mengelola dinamika kelompok, menjalin relasi,
bernegosiasi, berkomunikasi, memberi konsultasi, dan mencari serta mengatur
sumber dana (Suharto, 2009)
4.5.4 pemanduan berbagai keahlian untuk membantu komunitas
Dalam proses
pembangunan, masyarakat diupayakan secara bersama-sama menggali keahlian
masing-masing untuk memabantu proses pembangunan komunitas (Efendi, 2009).
Pembangunan
masyarakat kerapkali dilakukan melalui pendekatan kelompok di mana anggota
bekerjasama dan berbagi pengalaman dan pengetahuannya. Untuk pengembangan
kelompok ada kegiatan-kegiatan khusus yang sedang dilaksanakan dan juga ada
kegiatan lainnya (Halim, 2005).
Mempersatukan
berbagai spesialisasi seperti pertanian, peternakan, kesehatan masyarakat,
pendidikan, kesejahteraan keluarga, kewanitaan, kepemudaan, dll untuk membantu
masyarakat (Efendi, 2009).
Pelatihan harus dapat menjawab kebutuhan
peserta sehingga nantinya akan bermanfaat untuk meningkatkan pengembangan
sumber daya manusia dalam kehidupan masyarakatnya (Yusuf,2010).
Perlu adanya partisipasi masyarakat agar pembangunan dapat berjalan
sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Pelatihan adalah
prosessistematis mengubah tingkah laku pegawai untuk mencapai tujuan
organisasi. Pelatihan berkaitan dengan keahlian dan kemampuan pegawai untuk
melaksanakan pekerjaan saat ini (Rivai dan Sagala,2009:212)
III. KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
1. Pembangunan
masyarakat adalah pembangunan yang melibatkan masyarakat yang tidak berdaya
sehingga nantinya mereka memiliki kehidupan yang lebih baik.
2. Pembangunan
Masyarakat mampu membangun masyarakat yang berkompeten, mandiri dan mampu
menyelasaikan masalahnya sendiri. Untuk melaksanakan hal tersebut ada beberapa unsur dasar yang dapat digunakan
seperti program berencana, pembangkitan tekad, bantuan teknis, dan pemanduan.
3. Masalah
sosial adalah suatu kondisi yang tidak diharapkan sehingga menyebabkan
masyarakat membutuhkan upaya untuk merubah atau memperbaikinya.
4. Proses
pembangunan melibatkan masyarakat sehingga diperlukan masyarakat yang bersifat
aktif . Agar program yang direncanakan dapat tercapai secara maksimal dan
merata.
5. Suatu
pembangunan komunitas tak terlepas dari berbagai bantuan. Menerima bantuan
teknis salah satu contohnya Peran-peran teknis.
6. Masalah
sosial adalah suatu kondisi yang tidak diharapkan sehingga menyebabkan
masyarakat membutuhkan upaya untuk merubah atau memperbaikinya.
DAFTAR PUSTAKA
Adi,
Rukminto Isbandi, 2008. Intervensi Komunitas Pengembangan Masyarakat Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat.
Jakarta: Raja Grafindo Persada
Andri
Wirawan. 2010. Pengembangan Pembelajaran Inkuiri Sosial Pada Materi Interaksi Sosial Mata Pelajaran Sosiologi.
Jurnal Komunitas, 2 (2) : 164 173
Annawaty Herlina L. 2011. Partisipasi
Masyarakat Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Sebagai Upaya Menciptakan
Pemukiman Yang Sehat Dan Nyaman Huni (Studi Di Kelurahan Notoprajan Ngampilan
Yogyakarta). Jurnal Penelitian. 6
(4) : 42-49
Ariestita,
Putu Gede. 2006. Teknik Analisis. Bahan Kuliah: Teknik Analisa Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember, Surabaya
Ariestita,
Putu Gede. 2006. Teknik Analisis. Bahan Kuliah: Teknik Analisa Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember, Surabaya
Arsyad ,2007.
Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. BPFE UGM.Yogyakarta
Arsyad,
Lincolin. (2010). Ekonomi Pembangunan Edisi ke-5. UPP STIM YKPN.
Arsyad,
Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: UPP STIM YKPN Yogyakarta
Aziz
Muslim. 2009. Metodologi Pengembangan
Masyarakat.Yogyakarta:Penerbit Teras
Bahruddin, Krisdyatmiko, Danang
Arif D dan Soetomo. 2013. Indikator
Proper Hijau Aspek Pengembangan Masyarakat (Community development). Deputi Pengendalian Dan Pencemaran Kementerian
Lingkungan Hidup Republik Indonesia : 42
Bambang
Setiarso. 2007. Pendekatan “ KNOWLEDGEBASE ECONOMY” Untuk Pemngembangan Masyarakat.Ilmu
Komputer
Batool,
Abeha dan Bariha Batool. 2012. Effects
of Employees Training on The Organization Competitive Advantage: Empirical
Study of Private Sector of Islamabad, Pakistan. Jurnal Far fast jurnal of Psychology and Business. 6 (1).
Cassirer.2007.http://pls213057-hesty.blogspot.co.id/2014/01/pembinaan-masyarakat terasing.html(diakses 25 september
2016)
Cooperrider
D. L., Whitney D. 2006. A Positive Revolution in Change: Appreciative Inquiry, 1 : 2-3
Dahlsrud,
Alexander. 2008. How Corporate Social Responsibility is Defined: an Analysis of 37 Definitions. Corporate
Social Responsibility and Environmental
Management, 15 : 1-13
Darmastuti,
R. & Mustika KP. 2010. Two Ways Communications: Sebuah Model Pembelajaran dalam Komunitas Samin Sukolilo
Pati. Jurnal Ilmu Komunikasi,
8 (2) : 204-216
Dharmaningtyas.
2010. Pembangunan Jalan Tol Trans Jawa. Sumber: http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2008/02/23/Opini/krn.20 8223.123782.id.html
Ditjen Pemberdayaan Masyarakat dan
Desa. 2007.PNPM Mandiri Perdesaan, Departemen Dalam negeri. Jakarta.
Efendi,
Ferry dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Eko
Parsojo, 2006, Konstruksi Ulang Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di Indonesia: Antara
Sentripetalisme dan Sentrifugalisme,
Pidato Pengukuhan sebagai Guru Besar Tetap FISIP UI, Depok
Ema
Khotimah. 2007. Memahami Komunitas Antar Budaya. Mediator, Vol 1 (1)
Fatimah,
E. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung: CV Pustaka Setia
Fetterman,
David and Wandersman, Abraham. 2007. Empowerment Evaluation: Yesterday, Today,
and Tomorrow. American Journal of
Evaluation. 28: 179
Friedman, Thomas L. 2006.the World is
Flat, The Globalized World in the Tweenty First
Century, Penguin Books , London, England
Fundamental DP2M.Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Halim,
A. 2005. Manajemen Pesantren. PT LKIS
Pelangi Aksara.
Harian Kompas 2006.Kerjasama akan
Dikonkretkan, PM Lee: Singapura akan Memberi
Masukan dan Nasihat, 16 Juli 2006, hal. 1 dan 15, Jakarta
Hendra
Oktiana Sari. 2014. Interaksi Sosial Antar Anggota Pesantren Darussa’Adah Dengan Masyarakat Sekitar
Di Desa Pinang Banjar Kecamatan
Sungai Lilim Kabupaten Musi Banyuasin. Jurnal Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu
Politik Universitas Sriwijaya
Irawati D. 2007. Manajemen Konflik
sebagai upaya meningkatkan kinerja teamwork
dalam organisasi. Segmen Jurnal Manajemen Bisni, (2): 15-27.
Isma
Rosyida., Fredian Tonny Nasdian. 2011. Partisipasi Masyarakat Dan Stakeholder Dalam Penyelenggaraan Program
Corporate Social Responsibility (CSR)
Dan Dampaknya Terhadap Komunitas Persedaan. ISSN : 5 (1) : 1978-4333.
Kwantes CT, Karam CM, Kuo BCH, Towson S. 2008. Organizational citizenship behaviors: The influence of culture. Journal
of Intercultural Relations, 32 : 229-243.
Lambert EG, Pasupileti S, Cluse-Tolar T, Jennings M, Baker D.2006. The
impact of work-family conflict on social
work and human service worker job satisfaction and organizational commitment. An exploratory
study. Administration in Social
Work, 30(3): 55-74.
Lawang, Robert, M. Z. (2006). Buku
materi pokok pengantar sosiologi. Jakarta: Penerbit
Karunika.
Leis
Yigibalom. 2013. Peran Interaksi Anggota Keluarga Dalam Upaya Mempertahankan Harmonisasi Dalam Kehidupan
Berkeluarga Di Desa Kumuluk
Kecamatan Tiom Kabupaten Lanny Jaya. Jurnal, 2 (4)
Mardikanto,
T. 2010. Konsep-konsep Pemberdayaan
Masyarakat. Cetakan 1. UNS Press. Surakarta
Maryono,
Agus. 2007. Naskah Akademik Perencanaan Penataan dan Pengaturan Daerah
Sempadan (Draf). PT Cipta Ekapurna Enginnering Consultan. Yogyakarta.
Mubarak,
Z. 2010. Evaluasi Pemberdayaan Masyarakat Ditinjau Dari Proses Pengembangan Kapasitas Pada Program
PNPM Mandiri Perkotaan Di Desa
Sastrodirjan Kabupaten Pekalongan. Tesis. Program Studi Magister Teknik Pemberdayaan Wilayah Dan Kota.
Undip. Semarang.
Mudjiyanto,
Bambang. 2009. Metode Etnografi Dalam Penelitian Komunikasi. Jurnal komunikasi massa, 5 (1)
: 79-87
Mukhlis dan Sri W. 2014. Pemberdayaan Masyarakat Desa (Kpmd) Pada
Program Pnpm Mandiri Perdesaan Di Kecamatan Peusangan. Jurnal Kebangsaan Universitas Almuslim 3 (6) : 1
Mulkhan, Abdul Munir. 2007. “The Others dalam Bhineka Berbangsa dan Beragama” (Makalah dalam Seminar Nasional
Multikulturalisme, Agama, dan Etnisitas).
Denpasar: Universitas Hindu Indonesia, Program Magister Ilmu Hukum dan Kebudayaan.
Munandar, A. 2008.
Peran Negara dalam Penguatan Program Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal
Poelitik, 4(1),
151-161.
Nasdian,
Fredian Tonny. 2006. Pengembangan Masyarakat (Community Development). Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Nawalah Hoirun, Qomaruddin M.B. dan
Rahmat Hargono. 2012. Desa Siaga: Upaya
Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan Melalui Peran Bidan di Desa. The Indonesian Journal of Public Health.
8 (3) : 91-98.
Ni Luh
Ratih Maha Rani . 2013. Persepsi Jurnalis dan Praktisi Humas terhadap Nilai Berita. Jurnal Ilmu Komunikasi,
10 (1) : 83-96
Oakley, Peter. 2007. Extension and Technological Transfer: The Need for an Alternative. Journal HortScience, 23
(3)Plomp.Et al.2008.http://imadiklus.com/pendidikan-untuk-penduduk-pulau-terpencil kasus-pendidikan-di-pulau-mursala/(diakses tanggal 24 september 2016)
Pretty J., et al.(2008). Self
efficacy: Toward a unifying theory of behavioral change. Psychological Review, 84, 191–215
Raharjo,
Adisasmita. 2006. Pembangunan Pedesaan dan Perkotaaan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rahman,
Arief. 2009. Implementasi Corporate Social Responsibility sebagai Kenggulan Kompetitif Perusahaan.Jurnal
Sinergi (Kajian Bisnis dan Manajemen),
6 (2) : 37-46.
Repley,
John (2007), Understanding Development, Theory and Practice in The Third World, United Press of America, Colorado.
Rivai, Veithzal & Sagala. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan, Edisi Kedua,
Jakarta. PT Rajagrafindo Persadra.
Rohman,
A. 2010. Romours and Realities of Marriage Practices in Contemorary Samin Society. Jurnal Humaniora.
22 (2) : 113-124
Rusli
Said, Wahyuni Ekawati Sri, Sunito Melani A. 2006. Kependudukan. Departemen
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB dan
Sekolah Pascasarjana IPB.
Santoso Budi. 2010. Peer Konseler
Sebagai Bentuk Intervensi Keperawatan Komunitas Untuk Mencegah Resiko
Penyalahgunaan NAPZA pada siswa SMK TJ Di Kelurahan Ratu Jaya Depok. Karya Ilmiah Akhir. Universitas
Indonesia. Depok.
Santosa.2012.http://imadiklus.com/teori-kerjasama-dan-persaingan kelompok/.(diakses 25 september 2016)
Setiadi,
Elly dan Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sinuraya, Candra.
2010. Perancangan Balanced Scorecard Sebagai
Sistem Manajemen Strategik Dalam Pencapaian Sasaran Strategik Jangka Panjang. Jurnal
Bisnis & Akuntansi, Universitas Kristen Immanuel. IV (1): 1-37.
Sipahelut,
Michel. 2010. Analisis Pemberdayaan Masyarakat Nelayan Di Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara. Tesis.
IPB. Bogor.
Siti
Amanah. 2006. Penyuluhan Prikanan. Jurnal Penyuluhan. ISSN, 2 (4)
: 1858 2664
Soekanto,
Surjono. 2006.Sosiologi Suatu
Pengantar.Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Soetomo.
2009. Pembangunan Masyarakat, Merangkai Sebuah Kerangka. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Sudewo,
E. 2011. Character Building.
Republika Penerbit. Jakarta
Suharto, E. 2009. Pendampingan Sosial Dalam Pemberdayaan Masyarakat Miskin: Konsepsi Dan Strategi.
Bandung : PT. Refika Aditama
Suhendra, 2006. Peranan Birokrasi dalam Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Alfabeta.
Sumarti,
Titik, Syaukat Yusman. 2006. Analisis Ekonomi Lokal, Departemen
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB dan
Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.
Supriatna, Tjahya. S.U. 2010. Strategi
Pembangunan dan Kemiskinan. Jakarta: Penerbit
PT. Rineka Cipta.
Suparno.,
A. Suhaenah. 2006. Membangun Kompetensi Belajar. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta
Syahza, Almasdi. 2007. Model Pemberdayaan Masyarakat dalam Upaya Percepatan Pembangunan Ekonomi Pedesaan Berbasis
Agribisnis di Daerah Riau. Penelitian.
Tahoba
A. 2011. Hubungan Aktivitas Komunikasi Publik Melalui Program Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan Dengan Kepuasan Publik Dan Perilaku Konflik. (Kasus Konflik
Perusahaan Bp Lng Tangguh Dengan Masyarakat Adat Teluk Bintuni Kabupaten Teluk
Bintuni Provinsi Papua Barat. Tesis.
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Tang HC. 2007.
A study of the relationship of the perception of oragnizational promises among fakulty and staff members in the technical and vocationalcolleges.The Journal of American
Academy of Business,Cambridge, 12(1).
Thaha, Rasyid. 2012. Penataan
Kelembagaan Pemerintahan Daerah. Jurnal
Ilmiah Ilmu Pemerintahan. 1 (3):
38-61.
Todaro.
2006. Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Erlangga.
Turner,
T. 2009. Anthropology and Multiculturalism: What is Anthropology that Multiculturalists should be Mindful of it. Cultural
Anthropology. 8 (4) : 411-429.
Usman
Thalib. 2014. Kajian Pembangunan Berbasis Komunitas. Studi Kasus Di Daerah Maluku
Wang, Xinhao dan Rainer von Hofe(2011). Research Methods in Urban and Regional Planning.Beijing: Tsinghua
University Press, Berlin: Springer Verlag
GmbH Berlin Heidelberg.
Wasistiono, Sadu (2006). Prospek
Pengembangan Desa.Bandung: Fokusmedia. White.2008.http://nharimurti.blogspot.co.id/2010/05/top-down-planning pendidikan di.html(diakses 25 september 2016)
Widiyanti, Sri. 2012. Pemberdayaan
Masyarakat:Pendekatan Teoritis. Jurnal
Ilmu Kesejahteraan Sosial, 1 (1)
Widodo,
Tri.2006. PerencanaanPembangunan; Aplikasi Komputer (Era Otonomi Daerah). UPP STIM YKPN. Yogyakarta.
Widodo.,
Dwi Anto Teguh Setyono., Prabang., KRH, I Gusti Ayu. 2014. Program Pemberdayaan Msyarakat Didesa Terubatang
Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali dalam Rangka Peningkatan Nilai Tambah
Ekonomi dan Daya Dukung Lingkungan Di
Taman Nasional Gunung Merbabu. Jurnal Ekosains,
6 (2): 24-38
Widodo,
Teguh. 2015 . Pembangunan Endogen: Mengabaikan Peran Negara dalam Pembangunan.
Yogyakarta: deepublish
Zamhariri.
2008. Pengembangan Masyarakat Perspektif Pemberdayaan dan Pembangunan Komunitas. Jurnal
Pengembangan Masyarakat Islam.Vol.4 (1)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar