Senin, 05 November 2018

PEMBERDAYAAN DAN PEMBANGUNAN MASYARAKAT DENGAN KOMUNITAS YANG KOMPETEN


PEMBERDAYAAN DAN PEMBANGUNAN MASYARAKAT DENGAN KOMUNITAS YANG KOMPETEN



Disusun Oleh:
ALAN ANGKO WIJOYO
L1C015025
ILMU KELAUTAN
                                                                                               



FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2016

KATA PENGANTAR


Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Pemberdayaan Masyarakat.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1.                  Bapak Ir. H. Muhammad Nuskhi, M.Si. selaku dosen pengampu mata kuliah Pemberdayaan Masyarakat yang telah memberikan tugas dan membimbing penulisan makalah ini.
2.                  Orang tua dirumah yang telah memberikan bantuan materil maupun doanya, sehingga pembuatan makalah ini dapat terselesaikan.
3.                  Teman-teman ILMU KELAUTAN FPIK Unsoed angkatan 2015 yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini
Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya .Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak.
Purwokerto, 9 Oktober 2016


Penyusun


DAFTAR ISI



I.                   PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

Pembangunan terus dilakukan pada setiap daerah di Indonesia. Dengan pembangunan diharapkan masyarakat dapat hidup sejahtera mengikuti perkembangan zaman yang ada. Atas dasar itulah, maka pembangunan desa perlu terus dilanjutkan dan ditingkatkan dengan melibatkan prakarsa dan swadaya gotong-royong masyarakat. Wilayah pedesaan dengan segenap potensi yang terkandung di dalamnya, sesungguhnya merupakan hasil kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia. Tetapi masyarakat tidak bisa begitu saja terjun langsung dalam pembangunan. Disinilah perlu adanya pendampingan untuk melakukan proses pembangunan.
Masyarakat melakukan pembangunan tidak sendiri. Mereka membentuk suatu komunitas yang nantinya akan bersama-sama membangun daerah mereka sendiri. Pembentukan komunitas ini perlu didukung dengan adanya kesadaran masyarakat itu sendiri dalam menyejahterakan daerahnya. Kesadaran masyarakat perlu didorong dengan peran aktif juga dari orang luar contohnya pemberdaya masyarakat sendiri atau pihka pemerintahan. Komunikasi yang terjalin baik nantinya bisa membantu proses mereka dalam membangun daerahnya.
Pemerintah berperan banyak dalam program pembangunan masyarakat. Segala cara dilakukan untuk membentuk sebuah komunitas yang mampu membangun daerahnya. Upaya dilakukan dengan memperkuat sistem pemerintahan yang ada supaya masyarakat dapat terorganisir. Pelaksanaannya bisa dimulai dengan berbagai sudut dimensi. Dimensi yang telah dibuat ini diharapkan akan mempermudah dalam pelaksanaan program. Namun sekali lagi, peran aktif masyarakatlah yang memiliki pengaruh untuk pembangunan. Dengan peran dari berbagai pihak ini diharapkan tujuan pemberdayaan yaitu untuk kesejahteraan masyarakat dapat terealisasikan secara merata.          

1.1.      Tujuan

Paper pemberdayaan masyarakat ini bertujuan untuk :
1.      Memahami pengertian pemberdayaan masyarakat
2.      Memahami perkembangan pembangunan Indonesia dari segi dimensi pembangunan perkotaan
3.      Memahami dasar pembangunan komunitas kompeten



Pemberdayaan menurut Suhendra (2006:74-75) adalah “suatu kegiatan yang berkesinambungan, dinamis, secara sinergis mendorong keterlibatan semua potensi yang ada secara evolutif dengan keterlibatan semua potensi”.
            Selanjutnya pemberdayaan menurut Ife (dalam Suhendra, 2006:77) adalah “meningkatkan kekuasaan atas mereka yang kurang beruntung (empowerment aims to increase the power of disadvantage)”.
Menurut Mubarak (2010) pemberdayaan  masyarakat dapat diartikan sebagai upaya untuk memulihkan atau meningkatkan  kemampuan suatu komunitas untuk mampu berbuat sesuai dengan harkat dan  martabat mereka dalam melaksanakan hak-hak dan tanggung jawabnya selaku  anggota masyarakat.
pemberdayaan  adalah  serangkaian  kegiatan  untuk  memperkuat  kekuasaan  atau  keberdayaan  kelompok  lemah  dalam  masyarakat. yaitu  masyarakat  yang  berdaya,  memiliki  kekuasaan  atau  mempunyai  pengetahuan  dan  kemampuan  dalam  memenuhi  kebutuhan  hidupnya  baik  yang  bersifat fisik, ekonomi maupun sosial seperti memiliki kepecayaan diri, mampu  menyampaikan  aspirasi,  mempunyai  mata  pencaharian,  berpartisipasi  dalam  kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya (Sipahelut, 2010).

2.2  Membentuk Komunitas yang baik

 Ada beberapa hal yang dapat mencirikan suatu komunitas yang baik, yaitu sebagai berikut :

2.2.1 Berinteraksi satu dengan yang lain (primary group)

Kelompok sosial atau social group adalah himpunan atau kesatuan manusia yang hidup bersama, karena adanya hubungan di antara mereka. Hubungan tersebut antara lain menyangkut hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk saling menolong (SoejonoSoekanto, 2006:104).
Menurut (Zamhariri, 2008), proses interaksi sosial dalam kehidupan masyarakat dan keluarga, secara sosiologis memiliki dua syarat utama, yaitu:Adanya Kontak Sosial dan Adanya Komunikasi.
Suatu interaksi sendiri tidak akan terbentuk tanpa adanya kontak sosial dan komunikasi yang terjalin. Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama,persaingan bahkan dapat juga berbentuk pertentangan atau pertikaian (Soekanto,2006)
. Interaksi sosial akan berjalan dengan tertib dan teratur bila individu dalam masyarakat dapat bertindak sesuai dengan konteks sosialnya, Terdapat tiga jenis interaksi sosial, yakni interaksi antara individu dengan individu, antara kelompok dengan kelompokdan anta­ra individu dangan kelompok (Leis, 2013)

2.2.2 KOMUNITAS MEMILIKI OTONOMI

Kesalahan dan kegagalan di daerah akan menjadi masalah lokal yang harus diselesaikan secara lokal pula (Nasdian, 2006).
Usman (2014) menyatakan kebijakan otonomi daerah tidak mengancam persatuan dan kesatuan bangsa bahkan dapat memperkuat integrasi bangsa, dengan alasan : (1) Rakyat dan institusi perwakilan rakyat di daerah merasa dipercaya oleh pemerintah, dan karena itu merasa bangga sebagai bagian dari pemerintah nasional. (2) Kepala Pemerintahan dan jajaran eksekutif di daerah memikul kewajiban untuk memberi pengabdian mereka yang terbaik kepada rakyat di wilayahnya, karenakeberhasilan atau kegagalan mereka tidak akan lepas dari penilaian rakyat setempat. (3) kelompok separatis atau anti nasional di daerah untuk melakukan manuver dengan alasan ketidak-puasan terhadap kebijakan pemerintah pusatMenurut (Hendra, 2014), kewenangan otonomi diberikan kepada daerah ialah untuk memelihara dan mengembangkan identitas budaya lokal. Tanpa otonomi yang luas, daerah-daerah akan kehilangan identitas budaya lokal baik berupa adat istiadat maupun agama, seperti di Bali, Sumatera Barat, Riau, Aceh, Maluku, Papua dan Sumatera Utara.
 Heinz Laufer dan Munch Ursula mengemukakan, elemen hubungan antara pusat dan daerah tidak bersifat monosentris, melainkan polisentris bergerak dari suatu kontinum ke kontinum lainnya, dari kontinum unitaris ke kontinum federalis atau sebaliknya (dalam Prasojo, 2006: 5)

2.2.3 KOMUNITAS MEMILIKI VIABILITAS

Salah satu tujuan pemberdayaan masyarakat adalah tumbuhnya kemandirian masyarakat. Masyarakat yang mandiri adalah masyarakat yang sudah mampu menolong diri sendiri. Untuk itu, perlu selalu ditingkatkan kemampuan masyarakat untuk berswadaya (Cooperrider dan Whitney, 2006).
Di dalam masyarakat yang terikat terhadap adat kebiasaan, sadar atau tidak sadar mereka tidak merasakan bahwa mereka punya masalah yang perlu dipecahkan. Karena itu, masyarakat perlu pendekatan persuasif agar mereka sadar bahwa mereka punya masalah yang perlu dipecahkan, dan kebutuhan yang perlu dipenuhi (Siti, 2006).
Memberdayakan masyarakat bermakna merangsang masyarakat untuk mendikusikan masalahnya serta merumuskan pemecahannya dalam suasana kebersamaan. Masyarakat perlu diberdayakan agar mampu mengidentifikasi permasalahan yang paling menekan. Dan masalah yang paling menekan inilah yang harus diutamakan pemecahannya. Tujuan utama pemberdayaan masyarakat adalah membangun rasa percaya diri masyarakat. (Setiadi dan Kolip, 2010).
Penyelesaian atau pemecahan masalah adalah bagian dari proses berpikir. Sering dianggap merupakan proses paling kompleks di antara semua fungsi kecerdasan, pemecahan masalah telah didefinisikan sebagai proses kognitif tingkat tinggi yang memerlukan modulasi dan kontrol lebih dari keterampilan-keterampilan rutin atau dasar (Andri, 2010).

2.2.4 DISTRIBUSI KEMAMPUAN YANG MERATA

Suatu komunitas, dalam anggotanya harus memiliki kemampuan atau kebebasan dalam berkehendak. Bebas menentukan kehendak adalah kekuatan seseorang untuk memilih atau tidak memilih kebaikan yang terbatas atau yang tidak terbatas (Ariestita, 2006).
Partisipsi masyarakat meningkatkan keberlanjutan ketika masyarakat terlibat dalam pengambilan keputusan, masyarakat merasa memiliki dan termotovasi untuk mempertahankannya, namun memakan waktu sumberdaya logistik dan organisasinya merepotkan (Widodo, 2014).
Nasdian (2006) mendefinisikan partisipasi sebagai proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif. Titik tolak dari partisipasi adalah memutuskan, bertindak, kemudian mereka merefleksikan tindakan tersebut sebagai subjek yang sadar.

Nasdian (2006) juga memaparkan bahwasanya partisipasi dalam pengembangan komunitas harus menciptakan peranserta yang maksimal dengan tujuan agar semua orang dalam masyarakat tersebut dapat dilibatkan secara aktif pada proses dan kegiatan masyarakat.


2.2.5 KESEMPATAN SETIAP ANGGOTA

Tingkat partisipasi menurut Dahlsrud (2008) terdiri dari empat kategori, yakni tingkat pengambilan keputusan (perencanaan), tingkat pelaksanaan, tingkat evaluasi, dan tingkat pemanfaatan hasil. Partisipasi adalah proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif.
Rahman (2009) juga memaparkan bahwasanya partisipasi dalam pengembangan komunitas harus menciptakan peranserta yang maksimal dengan tujuan agar semua orang dalam masyarakat tersebut dapat dilibatkan secara aktif pada proses dan kegiatan masyarakat.
Menurut Suhirman dan Todaro (2006), pemberdayaan memiliki dua elemen pokok, yakni kemandirian dan partisipasi. Titik tolak dari partisipasi adalah memutuskan, bertindak, kemudian mereka merefleksikan tindakan tersebut sebagai subjek yang sadar.
Partisipasi masyarakat menggambarkan bagaimana terjadinya pembagian ulang kekuasaan yang adil (redistribution of power) antara penyedia kegiatan dan kelompok penerima kegiatan. Partisipasi masyarakat tersebut bertingkat, sesuai dengan gradasi, derajat wewenang dan tanggung jawab yang dapat dilihat dalam proses pengambilan keputusan (Isma dan Fredian, 2011)
.
Menurut Oakley (2007) komunikasi merupakan suatu proses ketika seseorang atau suatu kelompok masyarakat menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungannya. Pembagian kerja, perasaan asosiasi, kebersamaan, dan kerja sama – semua ini membantu dalam membangun suasana yang sehat yang penuh dengan persatuan, keselarasan dan persahabatan.
Komunitas adalah sebuah proses alamiah dimana orang-orang yang hidup bersama untuk memaksimalkan kepentingan mereka, merasa bahwa kepentingan diri sendiri dapat ditemukan dalam kelompok. Komunikasi bagi seorang anggota dalam suatu komunitas sangat penting untuk dilakukan, komunikasi tersebut dapat dilakukan melalui berbagai media seperti media sosial guna memudahkan proses pendekatan antar sesama anggota  (Raharjo Adisasmita, 2006).
Dalam komunitas orang hidup dengan berasosiasi dengan satu sama lain. Perasaan asosiasi adalah perasaan manusia yang umum. Hal ini membantu dalam membangun perdamaian dan harmoni dalam masyarakat. (Mudiyanto dan Bambang, 2009).
Manusia saling membutuhkan satu sama lain. Dari rasa saling membutuhkan tersebut timbul hasrat untuk membentuk suatu kelompok yang mempunyai suatu pandangan yang sama, baik pandangan berpolitik, berkesenian, atau pandangan lainnya (Turner, 2009).

2.2.7 HETEROGENITAS DAN PERBEDAAN PENDAPAT

Perbedaan adalah suatu hal yang tidak bisa dipungkiri oleh manusia. Semakin maju perkembangan jaman, perbedaan pun semakin jelas terlihat. Perbedaan tidak memandang bulu, baik itu hal besar ataupun kecil pasti akan ada perbedaan. (Ema, 2007).
Menurut Ni Luh (2013), perbedaan pendapat, percekco­kan kecil dianggap sebagai suatu dinamika kehidupan yang selalu ada dalam kehidupan bersama.  Perbedaan pendapat adalah sesuatu yang seharusnya terjadi dan tidak perlu dipermasalahkan. Artinya perbedaan yang sifatnya tidak peka dan tidak menimbulkan masalah. Kalaupun menimbulkan masalah, dengan mudah dapat diselesaikan
. Banyak faktor yang melatar belakangi munculnya ketidakcocokan atau ketegangan, antara lain;sifat-sifat pribadi yang berbeda, perbedaan kepentingan, komunikasi yang “buruk”, dan perbedaan nilai. Perbedaan-perbedaan inilah yang akhirnya membawa organisasi ke dalam suasana konflik. (Lambert et al.2006).

Bahwasanya ada “hal-hal lain (liyan)” atau the others (cf. Mulkhan, 2007:1; Atmadja, 2007:7) dalam kehidupan bermasyarakat adalah sebuah kepastian. Namun, ke-liyan-an itu tidak perlu harus menjadi biang keladi perpecahan.


2.2.8 PELAYANAN MASYARAKAT,DITEMPATKAN SECEPAT  DAN SEDEKAT MUNGKIN PADA YANG BERKEPENTINGAN

Selama ini kita menyadari bahwa pembangunan yang dilaksanakan baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah belum mencerminkan tingkat pemberdayaan masyarakat (miskin) maupun daerah secara optimal. Bahkan pembangunan yang dilaksanakan terkadang tidak sesuai atau tidak sejalan dengan kebutuhan masyarakat sebenarnya (Suparno dan Suhaenah, 2006).
Orientasi pemberdayaan memang secara tegas mnunjukan sesuatu target group masyarakat itu sendiri. Di sisi lain saat mungkin terjadi bahwa sasaran yang perlu diberdayakan hanyalah merupakan bagian dari suatu masyarakat saja, yaitu khususnya pihak yang belum memiliki daya (Adi dan Isbandi, 2008).
Peningkatan pemerintah bukan hanya diarahkan pada upaya “penguatan” pemerintah secara sentralistis, melainkan dengan cara memberikan peranan yang lebih besar kepada daerah dan masyarakat melalui strategi dan pola terarah dari konsep desentralisasi (otonomi daerah) (Rohman, 2010).
Pemberdayaan masyarakat harus difokuskan pada kelompok masyarakat didaerah, yang merupakan bagian terbesar dari populasi masyarakat Indonesia. Sehingga merupakan kegiatan strategis yang harus didukung oleh semua komponen bangsa agar dapat memberdayakan dan melepaskan masyarakat didaerah-daerah dari ketergantungannya pada pemerintah pusat (Darmastuti, 2010)

2.2.9 MANAGING KONFLIK

Untuk dapat menyelesaikan konflik yang terjadi di masyarakat, tentunya harus diketahui penyebab konflik yang terjadi. Dalam pandangan teori konflik bahwa masyarakat selalu dalam kondisi perubahan, dan setiap elemen dalam masyarakat memberikan sumbangan bagi terjadinya konflik di masyarakat (Bambang, 2007).
Diungkapkan dalam penelitian Irawati (2007) bahwa berbagai perbedaan yang muncul dalam organisasi yang dapat menimbulkan silang pendapat, pertengkaran atau  bahkan konflik di dalam tubuh organisasi. Adanya job design dan  job descript ion  secara  otomatis telah memposisikan seseorang sebagai kompetitor bagi sesamanya, sehingga menimbulkan persaingan yang seringkali berakibat buruk bagi kinerja organisasi secara  keseluruhan.
Menurut Kwantes et al. (2008) dibutuhkan lima strategi mengelola konflik yaitu dengan mewajibkan, mengintegrasikan, menghindari, mendominasi dan mengorbankan serta memberikan dampak pada kinerja personal dan kinerja kelompok.
Untuk menciptakan dan meningkatkan kinerja baik individu maupun tim, diperlukan strategi dalam mengelola konflik agar tidak menimbulkan kerugian bagi semua pihak seperti kerugian psikis pribadi karyawan itu sendiri, kerugian nilai hubungan dengan rekan sekelompok kerja serta kerugian bagi perusahaan/lembaga organisasi secara keseluruhan (Tang 2007).


3.1 MODEL DUNIA KETIGA

Top-down planning merupakan model perencanaan yang dilakukan dari atasan yang ditujukan kepada bawahannya dimana yang mengambil keputusan adalah atasan sedangkan bawahan hanya sebagai pelaksana saja. Dalam pengertian lain terkait dengan pemerintahan, perencanaan top-down planning atau perencanaan atas adalah perencanaan yang dibuat oleh pemerintah ditujukan kepada masyarakat dimana masyarakat sebagai pelaksana saja.(dharmaningtyas,2010)
Pembahasan tentang model inovasi seperti model "Top-Down" dan "Bottom-Up" telah banyak dilakukan oleh para peneliti dan para ahli pendidikan.. White (2008: 136-156)
Penting ditekankan bahwa para pembina peran serta masyarakat harus bersifat sebagai fasilitator, pemberi bantuan teknis, bukan sebagai instruktur terhadap masyarakat, agar mampu mengembangkan kemandirian masyarakat dan bukan menimbulkan ketergantungan masyarakat (Efendi, 2009)
Secara makro, peran remitan dalam pembangunan SDM diamati menggunakan indikator adanya kegiatan peningkatan skill melalui pelatihan dan sosialisasi, karena kegiatan pelatihan dan sosialisasi merupakan suatu upaya peningkatan skill masyarakat (Lawang, 2006).

3.2 MODEL KESEIMBANGAN

Pembangunan sektor industri menjadi prioritas utama dalam rencana pembangunan negara-negara sedang berkembang (NSB).Hal ini terjadi karena sektor industri dianggap sebagai the leading sektor yang mampu mendorong berkembangnya sektor-sektor yang lain, seperti sektor jasa dan pertanian.(Arsyad, 2010).
Para pemikir generasi kedua tentang teori ketergantungan mengatakan bahwa pembangunan tidak akan membebaskan negara berkembang dari ketergantungan mereka terhadap negara maju. Industrialisasi negara berkembang hanya diraih oleh sebagian kecil negara, itu pun tidak muncul dari pembangunan negara berkembang akan tetapi itu berasal dari negara maju. (Rapley, 2007:27).
Peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi sangat penting karena sebagian anggota masyarkat dinegara-negara miskin menggantungkan hidupnya pada sektor tersebut. Jika para perencana dengan sungguh-sungguh memperhatikan kesejahtraan masyarakatnya maka satu-satunya cara adalah dengan memperhatikan kesejahtraan masyarakatnya. Maka satu-satunya cara adalah dengan meningkatkan kesejahtraan sebagian besar anggota masyarakatnya yang hidup disektor pertanian itu.cara itu bisa ditempuh dengan jalan meningkatkan produksi tanaman pangan dan tanaman perdagangan mereka dan atau meningkatkan harga yang mereka terima atas produk-produk yang mereka hasilkan (Arsyad,2007)

3.3 MODEL NEGARA MAJU

Pengertian pembangunan dapat dijelaskan dengan menggunkan dua pandangan yang berbeda yaitu pembangunan tradisional dan pembangunan modern. Pembangunan modern diartikan sebagai upaya pembangunan yang tidak lagi menitikberatkan pada pencapaian pertumbuhan PDB sebagai tujuan akhir,melainkan pengurangan tingkat kemiskinan yang terjadi,penanggulangan ketimpangan pendapatan serta penyediaan lapangan kerja yang mampu menyerap angkatan kerja produktif (Widodo,2006)
Walaupun upah di negara berkembang ini lebih rendah daripada pekerjaan yang sama di negara maju, akan tetapi, pekerjaan yang direlokasi, bukanlah pekerjaan tingkat rendah. Pekerjaan akuntansi, informatika seperti penyusunan program atau soft wareyang lain, dokter, dan sarjana lainnya merupakan bagian-bagian dari pekerjaan relokasi ini (Friedman, 2006).
Negara berkembang "bertugas" untuk menghasilkan dan mengekspor produksi pertanian dan bahan mentah lainnya. Negara maju, "bertugas" menghasilkan produk industri yang berasal dari hasil pertanian dan bahan mentah tersebut (Heron, 2006).
Dalam perkembangannya,PKIB ini membawa relokasi industri yang lebih berketrampilan tinggi seperti ketrampilan komputer, ketrampilan berbahasa asing, bahkan memerlukan tenaga kerja setingkat sarjana atau lebih tinggi seperti dokter,akuntan, dsb. Karena ketrampilan yang dituntut lebih tinggi, maka dengan sendirinya, upahpun menjadi lebih tinggi (Friedman, 2006).

3.4 MODEL KELOMPOK SASARAN

Kelestarian kekayaan multietnik masyarakat Indonesia hingga sekarang, telah mengisyaratkan bahwa bangsa Indonesia masih banyak menggunakan bentuk tatanan masyarakat tradisional dalam kehidupan sehari-hari. Kelompok masyarakat yang masih memegang erat tradisi dengan meletakkan spiritualitasnya pada simbol kekuatan alam, sering menggunakan bentuk akulturasi ritual keagaaman untuk menunjukkan eksistensi mereka agar dapat mengikuti perkembangan jaman (Pretty et al., 2008).
Tiga tantangan besar pendidikan di Indonesia adalah akses pendidikan bagi semua orang, kualitas pendidikan yang belum merata, dan alokasi anggaran dan keseriusan pemerintah daerah dalam meningkatkan kualitas pendidikan. (Plomp, Pelgrum & Law, 2008). Akibat yang dirasakan adalah daerah yang sudah berkembang semakin berkembang dan di daerah tersebut akan terjadi penumpukan kegiatan industri, sementara daerah-daerah lain semakin tertinggal dan kurang diminati oleh investor (Syahza, 2007).
Seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi maka telah mempersempit ruang dan watu. Menurut Herakleitos, seorang filsuf yang berasal dari Yunani,ruang dan waktu adalah bingkai yang di dalamnya seluruh realitas kehidupan kita hadapi. Kita tidak bisa mengerti benda-benda nyata apapun tanpa meletakkannya pada bingkai ruang dan waktu (dalam Cassirer, 2007:63).


3.5 MODEL SWADAYA MASYARAKAT

Lebih lanjut Santosa (2012: 29-30) menyatakan bahwa kerjasama adalah suatu bentuk interaksi sosial di mana tujuan anggota kelompok yang satu berkaitan erat dengan tujuan anggota kelompok yang lain atau tujuan kelompok secara keseluruhan sehingga seseorang individu hanya dapat mencapai tujuan bila individu lain juga mencapai tujuan.
Menurut Cohen dan Uphoff (dalam Supriatna, 2010: 88) inisiatif atau  prakarsa dalam partisipasi bisa berasal dari bawah atau masyarakat itu sendiri (buttom up) dan berasal dari pemerintah (top down). Dimana dalam pembangunan desa bentuk swadaya yang berupa prakarsa dan inisiatif merupakan titik awal dari partisipasi masyarakat.
Peran remitan dalam pembangunan ekonomi desa diamati melalui adanya multiplier effect yang tercipta dari kegiatan belanja regional,tabungan dan lapangan pekerjaan baru (Wang dan Hofe, 2011).
indikator lainnya dalah adanya lembaga pengelola remitan, dimana adanya lembaga kemasyarakatan tersebut bertujuan untuk terwujudnya kesejahteraan masyarakat (Wasistiono, 2006).



4.1 Mampu mengidentifikasi masalah dan kebutuhan komunitas

Komunitas (community) adalah sekelompok masyarakat yang mempunyai persamaan nilai (values), perhatian (interest) yang merupakan kelompok khusus dengan batas-batas geografi yang jelas, dengan norma dan nilai yang telah melembaga (Fetterman, 2007).
Pembangunan masyarakat diartikan sebagai aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat, dimana mereka mampu mengindentifikasikan kebutuhan dan masalah secara bersama (Raharjo, 2006).
Komunitas yang berkembang pasti mengalami suatu proses pembangunan di mana masyarakat berinisiatif untuk memulai proses kegiatan sosial guna memperbaiki situasi dan kondisi diri sendiri. (Arsyad, 2010) Salah satu cara untuk memperbaiki keadaan adalah dengan Identifikasi masalah. Identifikasi masalah yaitu merupakan salah satu cara bagaimana kita melihat, menduga, memperkirakan, dan menguraikan serta menjelaskan apa yang menjadi masalah. Dengan mengidentifikasi diharapkan suatu masalah dapat terselesaikan dengan lebih cepat sehingga semua merasa ikut ambil bagian (Rusli dkk, 2006).
Masyarakat dalam hal ini adalah anggota masyarakat yang diorganisaikan menjadi suatu kelompok yang bersifat paguyuban (komunitas) yang saling mengenal, terikat oleh kepentingan dan tujuan yang sama, didudukan sebagai pelaku dan penentu program. (Raharjo, 2006)

4.2 Mampu mencapai kesempatan tentang sasaran yang dicapai dan skala prioritasnya

Kesepakatan adalah Pendapat kelompok acuan yang sudah dibuat memiliki tekanan kuat sehingga remaja harus loyal dan menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat kelompok. Sesuatu yang sudah menjadi keputusan bersama menjadikan kekuatan sosial yang mampu menimbulkan konformitas (Sinuraya, 2010).
Tujuan dan sasaran adalah tahap perumusan sasaran strategis yang menunjukkan tingkat prioritas tertinggi dalam perencanaan pembangunan jangka menengah daerah yang selanjutnya akan menjadi dasar penyusunan program dan kegiatan prioritas (Soetomo, 2009)
Dalam mencapai kesepakatan suatu hal tentu ada kesulitan. Peran pemimpin dalam komunitas diperlukan agar kesepakatan dapat ditemukan. Dalam mencari kesepakatan pemimpin dapat memulai musyawarah dengan anggota komunitasnya. Semua tujuan disatukan agar mendapat suatu kesepakatan (Widodo, 2015 )
Tentu tidaklah mudah untuk membuat sebuah komunikasi berjalan dengan menghasilkan kesepakatan secara utuh sesuai tujuannya. Karena, salah satu prinsip dalam berkomunikasi, yakni terdapatnya kesulitan-kesulitan pokok dalam mencapai tujuan. Kesulitan-kesulitan internal ini merupakan hal yang biasa dialami dialami oleh penyampai ide maupun penerimanya (Nawalah  et al, 2010 ).



4.3 Mampu menemukan dan menyepakati cara dan alat mencapaisasaran yang telah disetujui bersama

Merumuskan tujuan dan sasaran merupakan rumusan kerangka fikir dan tindakan yang akan diambil oleh organisasi atau komunitas dalam suatu wilayah tertentu dalam menjawab isu-isu strategis. Sasaran  merupakan upaya perubahan perilaku yang diharapkan oleh suatu komunitas yang merujuk pada kerangka pembangunan yang lebih luas (Saharudin, 2006).
Suatu komunitas untuk mencapai sasaran yang diinginkannya maka dibutuhkan sebuah strategi atau metode untuk mencapainya. (Maryono, 2007)
      Suatu komunitas untuk mencapai sasaran yang diinginkannya maka dibutuhkan sebuah strategi atau metode untuk mencapainya. Strategi adalah cara yang digunakan dengan menggunakan sasaran menjadi tujuan yang telah ditentukan. Dalam komunitas orang hidup dengan berasosiasi dengan satu sama lain. Perasaan asosiasi adalah perasaan manusia yang umum. Hal ini membantu dalam membangun perdamaian dan harmoni dalam masyarakat. (Maryono, 2007)
Konsep sasaran merupakan bagian dari penetapan target sasaran dan rencana terstruktur terkait dengan taktik yang diambil. Sasaran merupakan langkah-langkah kearah pencapaian tujuan (Sudewo, 2011).




4.4 Mampu bekerjasama rasional untuk bertindak mencapai tujuan

Komunitas harus memiliki suatu tujuan yang telah dimusyawarahkan dan telah disepakati oleh seluruh anggota. Ada berbagai macam tujuan seperti komunitas yang ingin mewujudkan tujuannya dengan cara bekerjasama dengan seluruh anggota yang ada didalamnya. Keberhasilan komunitas ditentukan besarnya kontribusi yang dilakukan oleh individu di dalamnya (Santoso,2010)
Suatu kelompok harus dapat saling membantu dalam  mencapai sebuah tujuan karena keberhasilan individu menjadi keberhasilan kelompok, atau sebaliknya, kegagalan individu merupakan kegagalan kelompoknya juga. Dan juga Suatu organisasi akan efektif bila anggota-anggotanya bekerjasama berdasarkan tujuan-tujuan yang sama, Model kerja sama dapat berbentuk mengerjakan tugas-tugas dari guru, sekolah atau memberikan motivasi (Batool, 2012).
Model kerjasama inilah yang akan membimbing anggota untuk mencapai tujuan bersama, dan untuk ini diperlukan dua tanda psikologis, yaitu rasa kepemilikan dan ketergantungan satu sama lain (Annawaty,2011).
Suatu komunitas, dalam anggotanya harus memiliki kemampuan atau kebebasan dalam berkehendak. Bebas menentukan kehendak adalah kekuatan seseorang untuk memilih atau tidak memilih kebaikan yang terbatas atau yang tidak terbatas (Ariestita, 2006).

4.5.1 Program berencana

Masalah sosial adalah suatu kondisi yang tidak diharapkan sehingga menyebabkan masyarakat membutuhkan upaya untuk merubah atau memperbaikinya. Dengan demikian, program yang dirumuskan dan kemudian dilaksanakan pada dasarnya merupakan upaya menjawab kebutuhan pemecahan masalah ini (Burhanudin, 2013)
Perencanaan program merupakan bagian dari pengembangan swadaya masyarakat yang membahas dan memutuskan tentang tujuan, target, waktu, pembagian peran dan tanggungjawab, sumber dana, sistem monitoring dan evaluasi yang semua dipahami oleh anggota masyarakat. (Mardikanto,2010).
Perencanaan yang menyusun programprogram pembangunan atau industri-industri yang membangun kegiatan usahanya di suatu daerah harus melakukan analisis kebutuhan masyarakat. Dalam melakukan analisis kebutuhan harus benar-benar dapat memenuhi kebutuah (Needs Analisis), dan bukan sekedar membuat daftar keinginan (list of Wants) yang bersifat sesaat (Munandar, 2008).
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Melalui PNPM Mandiri dirumuskan kembali mekanisme upaya penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. (Ditjen Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, 2007)


4.5.2 Pembangkitan tekad masyarakat untuk menolong diri sendiri dan bergantung pada pihak lain

Menolong diri sendiri dapat dikatan dengan suatu kemandirian. Menurut Lamman (dalam Fatimah, 2006) menyatakan bahwa kemandirian merupakan suatu kemampuan individu untuk mengatur dirinya sendiri dan tidak tergantung kepada orang lain.
Bagi objek atau sasaran pemberdayaan, sudah tentu mengalami kondisi yang berbeda dari masa sebelumnya, mungkin ada perbaikan besar yang dirasakan dalam relasi dengan sikap orang untuk mencari penghidupan yang layak dan selaras. (Widiyanti, 2012).
Perbaikan ini tentu didasari dengan tekad yang kuat dari diri mereka sendiri. Yakni untuk menolong dirinya sendiri sehingga tidak bergantung pada orang lain.( Sumarti dkk, 2006)
Penting ditekankan bahwa para pembina peran serta masyarakat harus bersifat sebagai fasilitator, pemberi bantuan teknis, bukan sebagai instruktur terhadap masyarakat, agar mampu mengembangkan kemandirian masyarakat dan bukan menimbulkan ketergantungan masyarakat (Efendi, 2009).
Untuk lebih fokusnya pemberdayaan yang dilakukan, secara ideal para pengembang masyarakat (fasilitator) harus memiliki kemampuan, wawasan serta pengalaman yang memadai sebagai fasilitator lapangan untuk program pemberdayaan masyarakat (Aziz Muslim, 2009)

4.5.3 Bantuan teknis (dari pihak lain ),termasuk personil,peralatan,dan dana

Pendekatan strategi pembangunan pada kemandirian masyarakat (self-help strategy) dapat dilakukan dengan pemberian bantuan yang berasal dari luar, baik yang bersifat teknis maupun keuangan tetap dimungkinkan, tetapi dengan jumlah yang terbatas (Thaha, 2012).
Dalam proses pembanguanan komunitas kata memimpin mengandung konotasi : “Menggerakkan, mengarahkan, membina, melindungi, memberi teladan, memberikan dorongan, memberikan bantuan dan sebagainya”. (Cook, 2006).
Sehingga pembanguanan dapat berjalan lancer dan berhasil. Bantuan dalam proses pembangunan dapat dengan perwujudan yang bermacam-macam (Aziz Muslim,2009)
Suatu pembangunan komunitas tak terlepas dari berbagai bantuan. Menerima bantuan teknis salah satu contohnya Peran-peran teknis. Mengacu pada aplikasi keterampilan yang bersifat praktis. Pendamping dituntut tidak hanya mampu menjadi ‘manajer perubahan” yang mengorganisasi kelompok, melainkan pula mampu melaksanakan tugas-tugas teknis sesuai dengan berbagai keterampilan dasar, seperti; melakukan analisis sosial, mengelola dinamika kelompok, menjalin relasi, bernegosiasi, berkomunikasi, memberi konsultasi, dan mencari serta mengatur sumber dana (Suharto, 2009)

4.5.4 pemanduan berbagai keahlian untuk membantu komunitas

Dalam proses pembangunan, masyarakat diupayakan secara bersama-sama menggali keahlian masing-masing untuk memabantu proses pembangunan komunitas (Efendi, 2009).
Pembangunan masyarakat kerapkali dilakukan melalui pendekatan kelompok di mana anggota bekerjasama dan berbagi pengalaman dan pengetahuannya. Untuk pengembangan kelompok ada kegiatan-kegiatan khusus yang sedang dilaksanakan dan juga ada kegiatan lainnya (Halim, 2005).
Mempersatukan berbagai spesialisasi seperti pertanian, peternakan, kesehatan masyarakat, pendidikan, kesejahteraan keluarga, kewanitaan, kepemudaan, dll untuk membantu masyarakat (Efendi, 2009).
 Pelatihan harus dapat menjawab kebutuhan peserta sehingga nantinya akan bermanfaat untuk meningkatkan pengembangan sumber daya manusia dalam kehidupan masyarakatnya (Yusuf,2010).
Perlu adanya partisipasi masyarakat agar pembangunan dapat berjalan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Pelatihan adalah prosessistematis mengubah tingkah laku pegawai untuk mencapai tujuan organisasi. Pelatihan berkaitan dengan keahlian dan kemampuan pegawai untuk melaksanakan pekerjaan saat ini (Rivai dan Sagala,2009:212)

III.             KESIMPULAN DAN SARAN

3.1.            Kesimpulan

1.      Pembangunan masyarakat adalah pembangunan yang melibatkan masyarakat yang tidak berdaya sehingga nantinya mereka memiliki kehidupan yang lebih baik.
2.      Pembangunan Masyarakat mampu membangun masyarakat yang berkompeten, mandiri dan mampu menyelasaikan masalahnya sendiri. Untuk melaksanakan hal tersebut  ada beberapa unsur dasar yang dapat digunakan seperti program berencana, pembangkitan tekad, bantuan teknis, dan pemanduan.
3.      Masalah sosial adalah suatu kondisi yang tidak diharapkan sehingga menyebabkan masyarakat membutuhkan upaya untuk merubah atau memperbaikinya.
4.      Proses pembangunan melibatkan masyarakat sehingga diperlukan masyarakat yang bersifat aktif . Agar program yang direncanakan dapat tercapai secara maksimal dan merata.
5.      Suatu pembangunan komunitas tak terlepas dari berbagai bantuan. Menerima bantuan teknis salah satu contohnya Peran-peran teknis.
6.      Masalah sosial adalah suatu kondisi yang tidak diharapkan sehingga menyebabkan masyarakat membutuhkan upaya untuk merubah atau memperbaikinya.

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Rukminto Isbandi, 2008. Intervensi Komunitas Pengembangan Masyarakat   Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Raja Grafindo   Persada
Andri Wirawan. 2010. Pengembangan Pembelajaran Inkuiri Sosial Pada Materi      Interaksi Sosial Mata Pelajaran Sosiologi. Jurnal Komunitas, 2 (2) : 164        173
Annawaty Herlina L. 2011. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Sebagai Upaya Menciptakan Pemukiman Yang Sehat Dan Nyaman Huni (Studi Di Kelurahan Notoprajan Ngampilan Yogyakarta). Jurnal Penelitian.  6 (4) : 42-49
Ariestita, Putu Gede. 2006. Teknik Analisis. Bahan Kuliah: Teknik Analisa Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
Ariestita, Putu Gede. 2006. Teknik Analisis. Bahan Kuliah: Teknik Analisa Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
Arsyad ,2007. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. BPFE UGM.Yogyakarta
Arsyad, Lincolin. (2010). Ekonomi Pembangunan Edisi ke-5. UPP STIM YKPN.
Arsyad, Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: UPP STIM YKPN  Yogyakarta
Aziz Muslim. 2009. Metodologi Pengembangan Masyarakat.Yogyakarta:Penerbit Teras
Bahruddin, Krisdyatmiko, Danang Arif  D dan Soetomo. 2013. Indikator Proper Hijau Aspek Pengembangan Masyarakat (Community development). Deputi Pengendalian Dan Pencemaran Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia : 42
Bambang Setiarso. 2007. Pendekatan “ KNOWLEDGEBASE ECONOMY” Untuk            Pemngembangan Masyarakat.Ilmu Komputer
Batool, Abeha dan Bariha Batool. 2012. Effects of Employees Training on The Organization Competitive Advantage: Empirical Study of Private Sector of Islamabad, Pakistan. Jurnal Far fast jurnal of Psychology and Business. 6 (1).
Cassirer.2007.http://pls213057-hesty.blogspot.co.id/2014/01/pembinaan-masyarakat          terasing.html(diakses 25 september 2016)
Cooperrider D. L., Whitney D. 2006. A Positive Revolution in Change:       Appreciative Inquiry, 1 : 2-3
Dahlsrud, Alexander. 2008. How Corporate Social Responsibility is Defined: an     Analysis of 37 Definitions. Corporate Social Responsibility and   Environmental Management, 15 : 1-13
Darmastuti, R. & Mustika KP. 2010. Two Ways Com­munications: Sebuah Model  Pembelajaran dalam Komunitas Samin Sukolilo Pati. Ju­rnal Ilmu        Komunikasi, 8 (2) : 204-216
Dharmaningtyas. 2010. Pembangunan Jalan Tol Trans Jawa. Sumber:            http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2008/02/23/Opini/krn.20    8223.123782.id.html
Ditjen Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. 2007.PNPM Mandiri Perdesaan, Departemen Dalam negeri. Jakarta.
Efendi, Ferry dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Eko Parsojo, 2006, Konstruksi Ulang Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di Indonesia: Antara Sentripetalisme dan Sentrifugalisme, Pidato Pengukuhan sebagai Guru Besar Tetap FISIP UI, Depok
Ema Khotimah. 2007. Memahami Komunitas Antar Budaya. Mediator, Vol 1 (1)
Fatimah, E. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung: CV Pustaka Setia
Fetterman, David and Wandersman, Abraham. 2007. Empowerment Evaluation: Yesterday, Today, and Tomorrow. American Journal of Evaluation. 28: 179
Friedman, Thomas L. 2006.the World is Flat, The Globalized World in the Tweenty            First Century, Penguin Books , London, England
Fundamental DP2M.Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen   Pendidikan Nasional.
Halim, A. 2005. Manajemen Pesantren. PT LKIS Pelangi Aksara.
Harian Kompas 2006.Kerjasama akan Dikonkretkan, PM Lee: Singapura akan      Memberi Masukan dan Nasihat, 16 Juli 2006, hal. 1 dan 15, Jakarta
Hendra Oktiana Sari. 2014. Interaksi Sosial Antar Anggota Pesantren         Darussa’Adah Dengan Masyarakat Sekitar Di Desa Pinang Banjar           Kecamatan Sungai Lilim Kabupaten Musi Banyuasin. Jurnal Skripsi.            Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya
Irawati D. 2007. Manajemen  Konflik sebagai upaya meningkatkan kinerja teamwork dalam organisasi. Segmen Jurnal Manajemen Bisni, (2): 15-27.
Isma Rosyida., Fredian Tonny Nasdian. 2011. Partisipasi Masyarakat Dan Stakeholder Dalam Penyelenggaraan Program Corporate Social     Responsibility (CSR) Dan Dampaknya Terhadap Komunitas Persedaan.     ISSN : 5 (1) : 1978-4333.
Kwantes CT, Karam CM, Kuo BCH, Towson S. 2008. Organizational citizenship  behaviors: The influence of culture. Journal of Intercultural Relations, 32 :          229-243.
Lambert EG, Pasupileti S, Cluse-Tolar T, Jennings M, Baker D.2006. The impact   of work-family conflict on social work and human service worker job   satisfaction  and organizational commitment. An exploratory study.            Administration in Social Work, 30(3): 55-74.
Lawang, Robert, M. Z. (2006). Buku materi pokok pengantar sosiologi. Jakarta:     Penerbit Karunika.
Leis Yigibalom. 2013. Peran Interaksi Anggota Keluarga Dalam Upaya      Mempertahankan Harmonisasi Dalam Kehidupan Berkeluarga Di Desa        Kumuluk Kecamatan Tiom Kabupaten Lanny Jaya. Jurnal, 2 (4)
Mardikanto, T. 2010. Konsep-konsep Pemberdayaan Masyarakat. Cetakan 1. UNS Press. Surakarta
Maryono, Agus. 2007. Naskah Akademik Perencanaan Penataan dan Pengaturan Daerah Sempadan (Draf). PT Cipta Ekapurna Enginnering Consultan. Yogyakarta.
Mubarak, Z. 2010. Evaluasi Pemberdayaan Masyarakat Ditinjau Dari Proses           Pengembangan Kapasitas Pada Program PNPM Mandiri Perkotaan Di           Desa Sastrodirjan Kabupaten Pekalongan. Tesis. Program Studi Magister          Teknik Pemberdayaan Wilayah Dan Kota. Undip. Semarang.
Mudjiyanto, Bambang. 2009. Metode Etnografi Dalam Penelitian Komunikasi.      Jurnal komunikasi massa, 5 (1) : 79-87
Mukhlis dan Sri W. 2014.  Pemberdayaan Masyarakat Desa (Kpmd) Pada Program Pnpm Mandiri Perdesaan Di Kecamatan Peusangan. Jurnal Kebangsaan Universitas Almuslim 3 (6) : 1
Mulkhan, Abdul Munir. 2007. “The Others dalam Bhineka Berbangsa dan  Beragama” (Makalah dalam Seminar Nasional Multikulturalisme, Agama,  dan Etnisitas). Denpasar: Universitas Hindu Indonesia, Program Magister            Ilmu Hukum dan Kebudayaan.
Munandar, A. 2008. Peran Negara dalam Penguatan Program Pemberdayaan          Masyarakat. Jurnal Poelitik, 4(1), 151-161.
Nasdian, Fredian Tonny. 2006. Pengembangan Masyarakat (Community    Development). Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Nawalah Hoirun, Qomaruddin M.B. dan Rahmat Hargono. 2012. Desa Siaga: Upaya Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan Melalui Peran Bidan di Desa. The Indonesian Journal of Public Health. 8 (3) : 91-98.
Ni Luh Ratih Maha Rani . 2013. Persepsi Jurnalis dan Praktisi Humas terhadap      Nilai Berita. Jurnal Ilmu Komunikasi, 10 (1) : 83-96
Oakley, Peter. 2007. Extension and Technological Transfer: The Need for an          Alternative. Journal HortScience, 23 (3)
Plomp.Et al.2008.http://imadiklus.com/pendidikan-untuk-penduduk-pulau-terpencil           kasus-pendidikan-di-pulau-mursala/(diakses tanggal 24 september 2016)
Pretty J., et al.(2008). Self efficacy: Toward a unifying theory of behavioral           change. Psychological Review, 84, 191–215
Raharjo, Adisasmita. 2006. Pembangunan Pedesaan dan Perkotaaan. Yogyakarta:            Graha Ilmu.
Rahman, Arief. 2009. Implementasi Corporate Social Responsibility sebagai           Kenggulan Kompetitif Perusahaan.Jurnal Sinergi (Kajian Bisnis dan            Manajemen), 6 (2) : 37-46.
Repley, John (2007), Understanding Development, Theory and Practice in The       Third   World, United Press of America, Colorado.
Rivai, Veithzal & Sagala. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan, Edisi Kedua, Jakarta. PT Rajagrafindo Persadra.
Rohman, A. 2010. Romours and Realities of Marriage Practices in Contemorary    Samin Society. Jur­nal Humaniora. 22 (2) : 113-124
Rusli Said, Wahyuni Ekawati Sri, Sunito Melani A. 2006. Kependudukan. Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB.
Santoso Budi. 2010. Peer Konseler Sebagai Bentuk Intervensi Keperawatan Komunitas Untuk Mencegah Resiko Penyalahgunaan NAPZA pada siswa SMK TJ Di Kelurahan Ratu Jaya Depok. Karya Ilmiah Akhir. Universitas Indonesia. Depok.
Santosa.2012.http://imadiklus.com/teori-kerjasama-dan-persaingan  kelompok/.(diakses 25 september 2016)
Setiadi, Elly dan Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana          Prenada Media Group.
Sinuraya, Candra. 2010. Perancangan Balanced Scorecard Sebagai Sistem Manajemen Strategik Dalam Pencapaian Sasaran Strategik Jangka Panjang. Jurnal Bisnis & Akuntansi, Universitas Kristen Immanuel. IV (1): 1-37.
Sipahelut, Michel. 2010. Analisis Pemberdayaan Masyarakat Nelayan Di    Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara. Tesis. IPB. Bogor.
Siti Amanah. 2006. Penyuluhan Prikanan. Jurnal Penyuluhan. ISSN, 2 (4) : 1858   2664
Soekanto, Surjono. 2006.Sosiologi Suatu  Pengantar.Jakarta: PT RajaGrafindo       Persada.
Soetomo. 2009. Pembangunan Masyarakat, Merangkai Sebuah Kerangka. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sudewo, E. 2011. Character Building. Republika Penerbit. Jakarta
Suharto, E. 2009. Pendampingan Sosial Dalam Pemberdayaan Masyarakat Miskin: Konsepsi Dan Strategi. Bandung : PT. Refika Aditama
Suhendra, 2006. Peranan Birokrasi dalam Pemberdayaan Masyarakat. Bandung:  Alfabeta.
Sumarti, Titik, Syaukat Yusman. 2006. Analisis Ekonomi Lokal, Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.
Supriatna, Tjahya. S.U. 2010. Strategi Pembangunan dan Kemiskinan. Jakarta:      Penerbit PT. Rineka Cipta.
Suparno., A. Suhaenah. 2006. Membangun Kompetensi Belajar. Direktorat            Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta
Syahza, Almasdi. 2007. Model Pemberdayaan Masyarakat dalam Upaya    Percepatan       Pembangunan Ekonomi Pedesaan Berbasis Agribisnis di         Daerah Riau.   Penelitian.
Tahoba A. 2011. Hubungan Aktivitas Komunikasi Publik Melalui Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dengan Kepuasan Publik Dan Perilaku Konflik. (Kasus Konflik Perusahaan Bp Lng Tangguh Dengan Masyarakat Adat Teluk Bintuni Kabupaten Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat. Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Tang HC. 2007. A study of the relationship of the perception of  oragnizational     promises among fakulty and staff members in the technical and  vocationalcolleges.The Journal of American Academy of     Business,Cambridge, 12(1).
Thaha, Rasyid. 2012.  Penataan Kelembagaan Pemerintahan Daerah. Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan. 1 (3): 38-61.
Todaro. 2006. Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Erlangga.
Turner, T. 2009. Anthropology and Multiculturalism: What is Anthropology that    Multiculturalists should be Mindful of it. Cultural Anthropology. 8 (4) :  411-429.
Usman Thalib. 2014. Kajian Pembangunan Berbasis Komunitas. Studi Kasus Di   Daerah Maluku
Wang, Xinhao dan Rainer von Hofe(2011). Research Methods in Urban and          Regional Planning.Beijing: Tsinghua University Press, Berlin: Springer   Verlag GmbH Berlin Heidelberg.
Wasistiono, Sadu (2006). Prospek Pengembangan Desa.Bandung: Fokusmedia.            White.2008.http://nharimurti.blogspot.co.id/2010/05/top-down-planning     pendidikan      di.html(diakses 25 september 2016)
Widiyanti, Sri. 2012. Pemberdayaan Masyarakat:Pendekatan Teoritis. Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial, 1 (1)
Widodo, Tri.2006. PerencanaanPembangunan; Aplikasi Komputer (Era Otonomi   Daerah). UPP STIM YKPN. Yogyakarta.
Widodo., Dwi Anto Teguh Setyono., Prabang., KRH, I Gusti Ayu. 2014. Program            Pemberdayaan Msyarakat Didesa Terubatang Kecamatan Selo Kabupaten        Boyolali           dalam Rangka Peningkatan Nilai Tambah Ekonomi dan   Daya Dukung Lingkungan Di Taman Nasional Gunung Merbabu. Jurnal    Ekosains, 6 (2): 24-38
Widodo, Teguh. 2015 . Pembangunan Endogen: Mengabaikan Peran Negara dalam Pembangunan. Yogyakarta: deepublish
Zamhariri. 2008. Pengembangan Masyarakat Perspektif Pemberdayaan dan            Pembangunan Komunitas. Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam.Vol.4        (1)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar